BOGOR, KOMPAS.com - Sosialisasi early warning system atau sistem peringatan dini saat terjadi gempa bumi ke masyarakat dirasa masih minim untuk mengantisipasi jumlah korban yang besar. Secara sederhana yang diketahui masyarakat adalah keluar dari rumah atau gedung ke area terbuka padahal metode ini pun kerap memakan korban tewas ataupun luka. Tak sedikit korban dari aktivitas menyelamatkan diri pada saat bencana gempa, seperti berdesakan di tangga bangunan pencakar langit, tertimpa batu saat keluar dari rumah atau terbentur.
Hal ini terjadi pada dua warga Desa Cimande Kabupaten Bogor. Kemarin, Rabu (2/9), mereka akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Yanti (56) tewas karena tertimpa material bangunan dan satu korban lainnya tewas karena kaget. "Early warning system kita yang enggak kuat. Harusnya bisa disosialisasikan," tutur Staf Palang Merah Indonesia Cabang Bogor, Abidin kepada Kompas.com, Kamis (3/9).
Menurut Abidin, daripada keluar gedung dan rumah, berlindung di bawah meja yang kokoh menjadi antisipasi terbaik pertama saat gempa. Dae (25), warga Desa Pancawati, Kampung Cipare RT 03/RW 12, mengatakan tak pernah ada sosialisasi sistem peringatan dini untuk menyelamatkan diri pada saat gempa. Warga memang sering merasakan 'goyangan bumi' tapi tak terlalu besar.
"Enggak ada bayangan mau ngapain untuk menghadapi gempa yang sebesar ini. Cuma lari keluar aja paling," tutur Dae yang dinding rumahnya hancur karena gempa berkekuatan 7.3 SR di Tasikmalaya kemarin.
Abdul Jalaludin (38), warga Desa Cimande Kampung Tarikolot II RT 11/RW 03 Caringin juga mengharapkan agar pemerintah di daerah rawan gempa giat melakukan sosialisasi sistem peringatan dini secara rutin. "Paling tidak tiga bulan sekali," ungkap mantan satpam ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.