Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyelamatkan Sungai, Bukan Cuma Pasar Terapung

Kompas.com - 19/07/2009, 09:20 WIB

KOMPAS.com — Dengan sebatang paring (bambu) sepanjang enam meter, Imis (40), warga Kelayan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berusaha mengeluarkan jukung klotok (perahu bermesin) dari Sungai Antasan Segera menuju Sungai Pekapuran. Ia tidak bisa menghidupkan mesin jukung klotok miliknya karena kandas di sungai tersebut.

Hari Rabu di awal Juli lalu itu terpaksa dilaluinya dengan berpeluh. Sebab, untuk bisa keluar sungai itu hanya dengan mendorong perahu itu memakai tongkat bambu sebagai tuas. Lima tahun terakhir beberapa sungai di sini tak bisa dilewati klotok. "Yang bisa cuma jukung yang didayung," kata Imis, motoris klotok.

Sungai Kelayan, Antasan Segera, dan Pekapuran hanyalah sebagian dari puluhan sungai di Kota Banjarmasin. Sekadar gambaran, hingga tahun 2004, ada 71 sungai, yakni dua sungai besar, tujuh sungai sedang, 30 sungai kecil, dan 32 anak sungai. Total panjangnya 120.235 meter dengan lebar sungai berkisar enam hingga 1.200 meter. Namun, sebagian kondisinya rusak parah, bahkan nyaris mati.

Kepala Dinas Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin Muryanta menyebutkan, tidak kurang 30 sungai kehilangan fungsi karena banyak yang tersumbat akibat rapatnya bangunan, pengurukan tanah, pendangkalan, menjadi buangan sampah, pencemaran limbah rumah tangga dan kegiatan berbagai usaha masyarakat.

Hal ini berbeda dengan cerita sekitar 80-an tahun lalu. Sebuah film dokumenter Belanda dibuat tahun 1925-1928 yang dihibahkan Sekolah Indonesia di Kedutaan Besar RI di Den Haag kepada Pemerintah Kota Banjarmasin, menggambarkan kehidupan masyarakat kota yang berjulukan Venesia di Hindia Belanda ini. Saat itu sungai menjadi jalan utama di Banjarmasin seperti di Venesia. Orang-orang bepergian menggunakan berbagai jenis jukung. Hingga akhir 70-an, denyut kehidupan sungai itu masih terasa.

Begitu wilayah darat Kota Banjarmasin terhubung dengan jalan mulai tahun 80-an, kehidupan masyarakatnya pun berubah. Sungai-sungai bukan lagi halaman depan rumah mereka. Rumah-rumah menghadap ke jalan. Pasar Terapung yang berada di sungai satu per satu lenyap. Yang tersisa kini hanya ada di muara Sungai Kuin. Sedangkan beberapa pasar tradisional di bantaran sungai kondisinya kumuh.

Sejumlah kawasan rawa juga menjadi permukiman dengan diuruk tanah terlebih dahulu. Ini karena Banjarmasin secara geografis berada 0,16 meter di bawah permukaan laut rata-rata. Kota seluas 72 kilometer persegi dengan jumlah penduduk tahun 2008 ada 627.245 jiwa ini sesak karena kepadatannya 8.712 jiwa per kilometer persegi.

Sungai Alalak misalnya menyempit karena limbah kayu dari industri penggergajian kayu dan penumpukan batu bara di penampungan terakhir sebelum dikapalkan di Sungai Barito. "Kalau terus dibiarkan, apa yang bisa dibanggakan Banjarmasin yang berjulukan kota seribu sungai," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarmasin Fajar Desira.

Karena itu, katanya, sungai-sungai itu ditata ulang dan dibangun sehingga Banjarmasin menjadi kota modern berbasis sungai. Fokus awal untuk itu penataan Sungai Martapura, yang membelah Banjarmasin sejauh 17.000 meter ini. "Bantaran sungai ini bakal menjadi ruang terbuka seluas-luasnya untuk kegiatan masyarakat," katanya.  

Pekerjaan ini, ujarnya, berat dan tak bisa cepat. Karena itu, berbagai pihak bisa menyumbangkan pemikirannya membuat desain Banjarmasin sebagai kota sungai. "Caranya, dalam waktu dekat akan ada lomba berskala internasional untuk ini," katanya.

Penataan sungai itu sebenarnya sudah dimulai. Salah satunya adanya peraturan daerah tentang sungai di mana rumah atau bangunan dibuat harus bangunan panggung. Beberapa sungai yang mati juga dihidupkan kembali seperti di Jalan Veteran. Di Jalan Tendean, dilakukan pembebasan lahan dari permukiman. Jika ini berjalan baik, beberapa tahun mendatang, Banjarmasin bukan lagi seperti kampung besar yang semrawut, tetapi menjadi kota sungai yang paling menarik untuk dikunjungi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com