Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi Tolak Intervensi Asing dalam Konservasi Laut

Kompas.com - 15/05/2009, 20:03 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup DI Yogyakarta bersama sejumlah elemen lain menolak intervensi asing di dalam upaya penyelamatan kawasan pesisir dan laut. Menurut mereka konservasi harus ditempatkan untuk kepentingan rakyat dengan berbasis pemberdayaan pada masyarakat lokal.

"Tiga tahun terakhir Indonesia telah mencatat rekor dengan menggelar pertemuan internasional yang menggerogoti hajat hidup rakyatnya, yakni UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) tahun 2007, ABD (Asian Development Bank) 2009, dan terakhir WOC (World Ocean Conference) yang baru saja selesai," ujar Fathur R dari Divisi Riset dan Kampanye Walhi DIY, dalam aksi damai di depan Gedung Agung, Jumat (15/5) sore.

Menurut Fathur serangkaian pertemuan internasional itu telah membuka akses bagi masuknya intervensi asing terhadap keberlanjutan kekayaan alam di negeri ini. Ia menyontohkan Konferensi Kelautan Dunia (WOC) yang dihadiri 75 negara di Manado, telah memberi legitimasi bagi kelompok industri asing untuk mengkooptasi sumber daya yang ada.

Konferensi itu juga telah mencermin kan proses pemiskinan. Akses nelayan tradisional untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya makin terbatas. Hal ini terbukti dari diresmikannya perluasan konservasi laut Sawu di Nusa Tenggar Timur dari 40.000 menjadi 400.000 hektar, dan rencananya menjadi empat juta hektar. Konservasi ini hasil kerjasama The Nature Conservacy dengan Departamen Kelautan dan Perikanan.

"Dengan berlindung di balik konservasi, negara secara sistematis telah merampas hak-hak rakyat untuk mengakses sumber kehidupan," ujarnya.

Lokal

Di tingkat lokal DIY, intervensi asing juga dimungkinkan terjadi pada rencana penambagan pasir besi di pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo. Direktur Walhi DIY Suparlan, mengatakan, pembagian saham 30 persen untuk investor asing dan 70 persen lainnya untuk beberapa konsorsium menun jukkan bahwa pihak asing ikut bermain di dalamnya.

"Peran masyarakat lokal tidak ada, hanya bermodal lahan saja. Lahan saja penguasaannya juga dari pusat, ada kontrak karya sebagainya. Masyarakat lokal tidak bisa mengambil posisi, penguasaan, pemanfaatan, dan pelestarian," kata Eman.

Menurut survei Walhi rencana eksploitasi pasir besi akan berimplikasi pada 123.601 jiwa yang menaruh harapan pada 4.434 hektar lahan pertanian di empat kecamatan. Implikasi perubahan ekosistem dan fungsi lahan juga terjadi pada area eksploitasi dengan luas 1,8 kilometer x 22 kilometer atau sekitar 6,8 persen dari luas Kabupaten Kulon Progo yang mencapai 586,27 kilometer persegi.

Untuk itulah, pada kesempatan ini Walhi dan enam elemen lainnya menge luarkan beberapa pernyataan sikap. Isinya antara lain menolak penambangan pasir besi di Kulon Progo, menolak pembangunan jalur lintas selatan karena akan berdampak pada kerusakan ekologis, dan menolak mega proyek Parangtritis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com