Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setiap Tahun Gajah Memang Lewat Situ

Kompas.com - 05/05/2009, 01:52 WIB

JAMBI, KOMPAS.com - Entah manusianya yang bodoh atau gajah yang dipaksa harus lebih pintar. Ketika konflik masyarakat dan gajah mencuat kembali ternyata terjadi di wilayah-wilayah yang hampir sama setiap tahun. Namun, selalu saja gajah yang disalahkan ketika lagi-lagi merusak perkebunan.

Konflk terakhir terjadi saat rombongan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) melintas beberapa hari terakhir. Masyarakat di Desa Sekutur Jaya, Kecamatan Sere Serumpun, Kabupaten Tebo, Jambi, mengeluhkan rusaknya tanaman sawit mereka karena dimakan dan diinjak-injak oleh rombongan gajah yang tengah melintas. Terdata setidaknya 210 hektare areal perkebunan sawit dan pondokan yang dirusak.

"Masyarakat mengeluh karena tanaman sawitnya dirusak, pondokannya juga hancur," ujar Didy Wurjanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi akhir pekan lalu. Ia mengatakan, konflik antara gajah dan warga memang meningkat dalam sepekan ini.

Hal tersebut terjadi karena kebun sawit dibangun di areal perlintasan gajah sumatera tersebut. Daerah yang tadinya hutan itu telah diubah menjadi perkebunan sawit sejak empat tahun terakhir. Sejak saat itu, konflik antara gajah dan warga desa selalu terjadi bahkan rutin tiap tahun.

Menurutnya, kawasan di wilayah Tebo tersebut sejak lama merupakan area perlintasan gajah sumatera. Rombongan gajah biasanya melintasi kawasan ini sepanjang akhir April hingga Mei. Berdasarkan data dari Frankfurt Zoological Society (FZS), lembaga swadaya yang bergerak pada upaya konservasi satwa liar di Jambi, jumlah kawanan tersebut diperkirakan 30-an ekor, dan sebagian besar adalah betina.

Selain daerah tersebut merupakan areal perlintasan gajah, ruang gerak gajah semakin sempit akibat maraknya pembukaan lahan untuk tanaman sawit. Sumber makanan gajah berkurang sehingga karena berganti menjadi sawit, sehingga gajah pun memakan daun-daun sawit mudah yang masih berusia hingga tiga tahun.

Penanganan konflik antara gajah dan manusia, lanjut Didy, perlu dilakukan secara komprehensif. Kegiatan menghalau gajah lebih jauh ke dalam hutan, hanya merupakan penanganan sesaat. Gajah akan kembali melintasi kawasan tersebut di waktu yang sama pada tahun berikutnya. Sedangkan, membawa rombongan gajah itu ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh, membutuhkan personil dan dana yang sangat besar.

Untuk itu, lanjutnya, diperlukan penataan dalam pembukaan perkebunan sawit maupun hutan tanaman industri dengan memerhatikan aspek keberadaan satwa liar di dalamnya. Masyarakat harus paham bahwa hewan tak sepintar manusia sehingga harus bisa menyesuaikan. Hanya mengandalkan BKSDA untuk menghalau rombongan gajah yang besar juga bukan jalan terbaik.

"Perkebunan masyarakat perlu ditata, dan pembukaan hutan tanaman industri perlu dikendalikan. Saat ini Jambi ramai dengan rencana pembukaan HTI yang sangat marak. Inilah yang mengancam keberadaan satwa-satwa liar. Padahal, Jambi tergolong kaya akan beragam jenis satwa dilindungi," tutur Krismanko Padang dari Frankfurt Zoological Society. Sayangnya, pembukaan hutan kadang-kadang bukan atas keinginan masyarakat sekitar melainkan iming-iming dari pemilik modal yang hanya mementingkan keuntungan material saja.

Pada bulan yang sama tahun lalu, empat gajah tewas dibantai dan dibakar oleh sekelompok orang di Desa Tuo Sumay dan Desa Muara Sekalo, Kecamatan Sumay, Tebo. Pembantaian itu diduga akibat warga marah tanaman sawitnya dirusak oleh rombongan gajah. Sebulan kemudian, seekor bayi gajah betina berusia tiga tahun mati di areal perkebunan sawit PT Inti Starindo Agromakmur di Desa Semambu, Sumay, Tebo. Gajah tersebut diduga diracun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com