JAKARTA, KOMPAS.com — Pintu pelimpasan yang menjadi jalan bagi luberan air Situ Gintung merupakan titik lemah yang mengakibatkan tanggul tidak kuat menahan tekanan air. Demikian hasil analisis tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang diumumkan hari ini.
Menurut ahli hidrologi BPPT Sutopo, di Jakarta, Selasa (31/3), analisis itu menggunakan dokumentasi yang diambil lembaga riset itu pada 5 Desember 2008. Ketika itu sejumlah ahli BPPT melakukan studi potensi Situ Gintung untuk waduk resapan.
Sejumlah foto dokumentasi yang diambil pada riset akhir tahun lalu itu, kata dia, dikaji secara mendalam oleh sejumlah ahli setelah situ itu jebol dan mengakibatkan timbulnya bencana besar.
Hasilnya, kata dia, ada indikasi telah terjadi erosi buluh, gerusan yang juga terjadi pada sela-sela tanah di sekitar pintu pelimpasan.
Sutopo mengatakan, dari bekas jebolnya tanggul, diduga erosi buluh sudah berlangsung cukup lama. Itu ditandai dengan adanya mata air di bawah tanggul. Disebutkan, erosi buluh itu makin lama menggerus bagian dasar tanggul, dan ketika gaya dorong massa air lebih besar terjadi longsoran pada badan tanggul.
"Tidak ada hubungan jebolnya tanggul Situ Gintung dengan penggundulan hutan," kata Sutopo.
Menurut dia, dalam sistem hidrologi, situ itu tidak ada hubungan dengan penggunaan lahan di kawasan hulu daerah aliran Sungai Pesanggrahan.
Sedangkan hujan besar yang mencapai 70 mm per jam beberapa waktu sebelum tanggul Situ Gintung jebol, kata dia, bukan penyebab utama, melainkan sebagai pemicu. Dia mengatakan, di sekitar situ itu pernah terjadi hujan dengan lebat yang lebih besar dari hujan saat bencana tersebut terjadi.
Analisis itu juga menunjukkan bahwa muka air situ itu menjelang bencana tidak melebihi badan tanggul. Jika itu yang terjadi, kata dia, bukan hanya pintu pelimpasan itu yang jebol.
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, kata Sutopo, BPPT merekomendasikan agar situ yang ada di Jabodetabek disurvei untuk melihat potensi bencana. Juga perlu dibangun sistem peringatan dini. "Audit teknologi terhadap struktur dan kelayakan bendungan, tanggul, jembatan, dan infrastruktur juga perlu dilakukan," kata dia.
Dia juga menambahkan, penyebab jebolnya bendung yang diakibatkan lemahnya pintu pelimpasan, seperti terjadi di Situ Gintung, di dunia terjadi sekitar 38 persen. Sementara akibat peluapan 35 persen, fondasi jebol 21 persen, serta karena longsoran enam persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.