Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Satupun Kasus Perdagangan Harimau Sumatera Diproses

Kompas.com - 13/02/2008, 20:40 WIB

MEDAN, RABU - Sejak tahun 2002, tidak ada satupun kasus perdagangan satwa harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae ) yang diproses hukum. Laporan perdagangan satwa selalu disampaikan lembaga swadaya masyarakat ke instansi terkait. Kondisi ini menjadi sorotan pemerhati lingkungan internasional.

"Setiap tahun data kematian satwa selalu ada. Laporan data itu kami sebarluaskan ke pemerintah. Tetapi belum ada langkah hukum. Apakah kita semua akan terpaku melihat kepunahan harimau sumatera sebagaimana harimau bali dan jawa yang sudah punah," tutur ahli konservasi satwa liar Ian Singleton, Rabu (13/2) ditemui di Medan.

Menurut Ian, konsentrasi terbesar harimau sumatera ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utarat. Jumlahnya, tutur Ian, ada sekitar seperempat dari seluruh jumlah harimau yang tersisa . Harimau yang lain terfragmentasi di banyak tempat di Sumatera. "Kondisi mereka terdesak oleh pembukaan lahan perkebunan yang agresif," tuturnya.

Tidak ada alasan, tuturnya, untuk tidak mempersoalkan perdagangan harimau sumatera ke proses hukum. "Laporan seperti ini sudah pernah ada empat tahun lalu. Kejadian dan tempat kejadian jelas. Mengapa laporan setiap tahun sejak empat tahun lalu masih belum ada reaksi hingga kini . Jika pemerintah kesulitan soal dana, LSM kami sanggup membantu pembiayaan proses hukum," tuturnya.

326 Outlet

Berdasarkan laporan TRAFFIC-LSM internasional pemantau jaringan perdagangan satwa liar--terdapat 326 outlet di 28 kota di Sumatera. Relawan TRAFFIC menemukan organ tubuh harimau sumatera berupa taring, cakar, kulit, kumis, dan tulang di tempat itu. Dalam surveinya, Kota Medan dan Pancur Batu (Deli Serdang) merupakan tempat paling banyak ditemukannya organ tubuh harimau di Sumut.

Dalam keterangan tertulis yang dikirim ke Kompas Chris Shepherd dari TRAFFIC menyampaikan pelestarian harimau sumatera yang tersisa membutuhkan intervensi pemerintah. Pemerintah Indonesia, tuturnya, bersama-sama dunia internasional mesti berkomitmen bersama untuk mengatasi perdagangan satwa liar ini.

TRAFFIC memprediksi, data terakhir jumlah populasi harimau sumatera yang tersisa antara 400 dan 500 ekor saja . Bukan tidak mungkin, katanya, harimau sumatera yang tersisa itu akan punah. Pada 2002 sampai 2006, TRAFFIC melakukan survei di 2 8 kota di seluruh Sumatera. Hasilnya, hanya tujuh dari seluruh kota yang disurvei itu yang tidak ditemukan perdagangan organ tubuh harimau sumatera.

Data tersebut menunjukkan perdagangan organ tubuh harimau terus ada. Hal ini lantaran perburuan atas satwa yang dilindungi ini terus dilakukan. Rata-rata, relawan menemukan perdagangan organ tubuh harimau itu di toko perhiasan. Kebanyakan organ tubuh yang ditemukan itu antara lain cakar, gigi taring, potongan kulit, dan tulang.

Kepala Balai Besar Konvervasi Sumber Daya Alam Sumut, Djati Witjaksono Hadi, mengaku sudah menerima l aporan itu dari TRAFFIC. Laporan itu, tutur Hadi, tidak bisa langsung dipakai sebagai alat bukti memberi sanksi pelaku perdagangan. "Kami perlu bukti yang lebih kuat. Petugas kami di lapangan masih mengumpulkan barang bukti yang cukup sehingga bisa memberi sanksi pelaku perdagangan, " katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com