Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal EAiD yang Dianggap Bisa Jadi Solusi Diabetes di Indonesia

Kompas.com - 11/11/2019, 12:33 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para praktisi menganggap problematika diabetes melitus (DM) 2 di Indonesia menjadi hal yang seharusnya diprioritaskan untuk ditekan ataupun dikendalikan dengan sebaik mungkin.

Disampaikan oleh Ketua CHEPS-UI (Center for Health Economics and Policy Studies – Universitas Indonesia), Profesor Budi Hidayat SKM MPPM PhD, hal itu karena diabetes melahirkan sejumlah komplikasi, namun pencegahan dan penanganan dini belum menjadi arus utama.

Selain itu, Indonesia menduduki peringkat keenam di dunia untuk jumlah penderita diabetes terbanyak, yang manaa artinya ada ruang lebar perbaikan kebijakan dan/atau pelaksanaan intervensi diabetes.

“Berbagai negara telah berhasil mengelola Diabetes Mellitus (DM) 2 dengan baik dengan memaksimalkan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Nah, Early Access in Diabetes (EAiD) hadir menjawab problematika DM ini yang bisa bisa juga diterapkan di Indonesia seharusnya,” kata Budi di Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) InaHEA (Indonesian Health Economic Association) ke-6, Bali (6/11/2019).

Baca juga: Benarkah Gula adalah Pemicu Utama Diabetes? Ini Kata Ahli

Apa itu EAiD?

Dijelaskan oleh Budi, EAiD merupakan sebuah form yang dikemas untuk mendorong kebijakan inovatif, yang diimplementasikan mengacu pada empat pilar aksi dini untuk menjawab problematika DM2 yang dilandasi bukti-bukti empiris.

Adapun keempat pilar tersebut meliputi:

  • Pencegahan yaitu mencegah berkembangnya DM2
  • Deteksi Dini yaitu mengidentifikasi orang dengan risiko tinggi untuk melakukan diagnosis dini
  • Kontrol Dini yaitu memastikan akses pengobatan dan dukungan agar gula darah terkontrol dan komplikasi sirna
  • Akses Dini yaitu memastikan sistem membuka akses edukasi, perbaikan gaya hidup, dan terapi yang dibutuhkan.

"EAiD itu kan tujuannya mencegah, supaya tidak berkembang DM2 nya. Jadi empat pilar itu inti dasarnya sama yaitu agar orang yang DM2 itu tidak sampai ke tahap komplikasi," kata Budi.

Budi juga kembali menyampaikan bahwa penyebab utama penderita diabetes di Indonesia meningkat adalah ketidaktahuan ataupun ketidaksadaran seseorang bahwa dirinya telah menderita diabetes.

Baca juga: Pemerintah Diminta Maksimalkan FKTP untuk Tekan Beban Diabetes

EAiD bekerja dengan mengharuskan orang-orang yang berisiko tinggi melakukan pemeriksaan kadar gula darah terlebih dahulu.

“Nah pertanyaannya apakah kita atau semua orang mau ngecek? Enggak kan. Nah, ngecek ini sebenarnya terutama harus dilakukan bagi mereka yang diperkirakan memiliki risiko tinggi,” ujarnya.

Adapun seseorang dikatakan memiliki risiko tinggi menderita diabetes bila memiliki riwayat keluarga menderita diabetes dan bertubuh gemuk atau bahkan obesitas.

“Yang gendut misalnya, udah enggak normal begitu. Dia cek kadar gula darahnya tidak sesuai dengan kondisi kondisi sebenarnya, maka dia masuk kelompok yang harus di follow-up terus, harus dikontrol gula darahnya,” ucap dia.

“Nah maksud saya tadi pencegahan segala macam itu dulu diperhatikan oleh kita, atau maksudnya dengan menskrining orang yang termasuk kelompok rosiko tinggi (diabetes). Begitu ketahuan, mereka akan masuk kelompok yang harus kita pantau gula darahnya terus. Untuk apa? Supaya enggak berkembang menjadi komplikasi,” imbuhnya.

Setelah data kelompok dengan risiko tinggi terhadap diabetes ini dihimpun atau terkumpulkan, maka dari data tersebut kemudian akan menjadi landasan mencari dan merumuskan solusi yang benar-benar sesuai dari permasalahan diabetes di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com