KOMPAS.com - Adanya peningkatan unsur hara atau eutrofikasi berpotensi menjadi pemicu meledaknya populasi alga berbahaya (harmful blooming algae/HABs).
Eutrofikasi merupakan suatu peningkatan unsur hara ke level yang sangat tinggi, dan melampaui batas yang dapat diterima oleh alam.
Profesor riset dari Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sam Wouthuyzen, menjelaskan bahwa akibat adanya eutrofikasi dapat menimbulkan beberapa kejadian marak alga dari jenis mikroalga berbahaya.
“Antara lain Pyrodinium bahamense var. compressum dan Gymnodinium bahamense, yang menyebabkan kematian pada manusia,” kata Sam di acara Talkshow Indonesia Science Expo, di ICE BSD, Serpong, (24/10/2019).
Baca juga: Kok Bisa Alga di Danau Ini Tumbuh Seluas 250.000 Lapangan Sepak Bola?
Ada dua penyebab eutrofikasi dapat terjadi. Pertama, terjadi peningkatan jumlah penduduk. Kedua, pembukaan lahan yang cepat namun tidak tertata baik dan tidak ramah lingkungan.
Ditambahkan oleh Peneliti Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI, Hanung Agus Mulyadi, penyebab eutrofikasi tersebut juga terjadi karena keterlambatan sirkulasi massa air.
Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kedalaman penghubung yang relatif sempit dan dangkal, serta kondisi pasang surut harian ganda campuran yang terjadi di air laut.
“Terjadi dua kali pasang dan dua kali surut secara simultan selama 24 jam. Kondisi semacam ini berdampak terjadinya penumpukan materi di dasar perairan yang diiringi dengan peningkatan unsur hara,” ucap Hanung.
Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI, Nugroho Dwi Hananto, menyampaikan bahwa populasi alga yang tidak kasat mata ini dapat mempengaruhi berbagai aspek.
“Populasi alga yang tidak kasat mata ini dapat mempengaruhi aspek: ekonomi dan kehidupan masyarakat di ekosistem khususnya Teluk Ambon,” katanya.
Nugroho menjelaskan, Teluk Ambon merupakan perairan semi tertutup (semi-enclosed bay) yang dicirikan antara teluk bagian dalam dan teluk luar dipisahkan oleh sebuah ambang (sill) yang sempit dan dangkal. Kondisi ini menjadi penyebab terhambatnya sirkulasi massa air di teluk bagian dalam.
“Retensi Teluk Ambon mencapai tujuh tahunan, menyebabkan sirkulasi massa air tidak berjalan keluar. Fenomena alam ini, akan tumbuh unsur hara berlebih dan berakibat pada ledakan pertumbuhan alga,” ujarnya.
Baca juga: Sesar Kairatu, Pembangkit Rentetan Gempa di Ambon
Di Ambon, rekam jejak fenomena HABs sudah tercatat setidaknya pada dekade 1990-an. Pada bulan Juli1994 terjadi blooming alga jenis Pyrodinium bahamense var compressum dan dilaporkan tiga orang meninggal dan puluhan orang harus dirawat secara medis setelah mengkonsumsi biota laut. Kejadian kemudian berlanjut di tahun 2012 dengan jenis yang sama.
Sementara pada tahun ini tercatat ada dua kejadian HABs di Teluk Ambon yaitu pada bulan Januari dan akhir bulan Agustus sampai awal September. Terjadi blooming jenis Gonyaulax dengan luasan area yang mengalami perubahan warna mencapai 88 hektar.
“Waspada terhadap perubahan warna laut menjadi kemerahan, kehijauan, atau kecoklatan yang diwaspadai ledakan populasi alga,” ungkap Hanung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.