KOMPAS.com - Pada bulan lalu, Jepang mengimpor Ebola dan empat virus berbahaya lainnya untuk menghadapi ribuan turis internasional yang berkunjung ke Tokyo untuk Olimpiade tahun depan.
Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan, para peneliti menggunakan sampel yang meliputi virus Marburg, virus Lassa dan virus yang menyebabkan demam berdarah di Amerika Selatan dan di Krimea-Kongo untuk memvalidasi tes yang sedang dikembangkan.
Tes tersebut akan menilai apakah pasien dengan salah satu virus tersebut masih bisa menular serta mengukur apakah pasien bisa menghasilkan antibodi untuk menetralisir virus.
Pengembangan tes ini nantinya akan meningkatkan kesiapan Jepang untuk peristiwa semacam serangan bioterror.
Baca juga: Demi Kurangi Emisi Karbon, Jepang Perbanyak Penggunaan Energi Nuklir
Virus-virus ini juga menandai kali pertama virus yang diberi peringkat biosafety-level-4 (BSL-4), peringkat paling berbahaya, diizinkan untuk memasuki Institut Penyakit Menular Nasional Jepang (NIID), satu-satunya fasilitas negara yang beroperasi pada tingkat tersebut.
Para ilmuwan penyakit menular memang telah mengatakan bahwa risiko wabah selama olimpiade berlangsung tidak jauh lebih tinggi dibandingkan waktu lainnya.
Elke Mühlberger, seorang ahli mikrobiologi di Boston University, misalnya, berpendapat bahwa wabah besar ebola di Olimpiade tidak mungkin terjadi karena infeksinya tidak ditularkan melalui udara. Namun, rencana Jepang untuk menilai tes NIID sebelum Olimpiade dimulai masuk akal, mengingat Ebola sekarang sedang mewabah di Republik Demokratik Kongo.
Selain itu, komunitas ilmu medis Jepang jugamenyambut dengan baik langkah ini. Menurut mereka, momen ini akan meningkatkan kapasitas negara dalam menangani penyakit menular secara umum.
Baca juga: Jepang Sukses Meledakkan Bom ke Asteroid Ryugu, Misi Lain Menanti
Sayangnya, tidak semua orang senang akan hal ini. Beberapa warga setempat mengatakan bahwa para ilmuwan hanya memakai alasan olimpiade untuk mengimpor virus.
Dan Richard Ebright, seorang ahli biologi molekuler dan spesialis biosekuriti di Rutgers University di Piscataway, New Jersey, juga sependapat.
Dia berkata bahwa laboratorium BSL-4 dapat dipersiapkan untuk menangani wabah berbahaya tanpa perlu membawa virus ke Jepang lebih dahulu. Menyimpan virus berbahaya, bahkan di laboratorium yang sangat aman pun, meningkatkan risiko pelepasan virus, baik disengaja maupun tidak sengaja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.