Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratusan Mahasiswa di Kupang Bahas Bahaya Penyakit Rabies

Kompas.com - 28/09/2019, 12:05 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Ratusan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mengiuti seminar nasional tentang pencegahan dan pengendalian penyakit menular pada manusia dan hewan.

Seminar Nasional Himpro ke-5 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan yang bertajuk "Strategi menghadapi Emerging dan Re-emerging Infectious Deseases di Indonesia" ini dihadiri sekitar 300 mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Peternakan Undana.

Selain itu, hadir juga perwakilan mahasiswa dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Padjadjaran Bandung.

Ketua Panitia Seminar, Maria Anastasia Novia Woi menjelaskan kepada sejumlah wartawan di Hotel Swiss Bell In, Rabu (25/9/2019) bahwa emerging dan re-emerging infectious disease lebih mengacu pada penyakit menular pada manusia dan hewan, dengan tingkat kejadian yang meningkat dalam dua dekade terakhir.

Baca juga: Anjing Serang ART Hingga Tewas, Kenali Gejala hingga Pencegahan Rabies

New emerging infection disease, lanjut Maria, kalau diterjemahkan artinya adalah infeksi yang baru muncul. Sebagian besar infeksi yang baru muncul inibersumber dari binatang atau yang biasa disebut zoonosis dan merupakan hasil mutasi dari penyakit awal. Contohnya adalah cacar monyet.

Sementara itu, re-emerging disease merupakan penyakit yang pernah muncul di masa lampau dan sudah mengalami penurunan tingkat kejadian, tetapi kemudian menunjukkan peningkatan insidensi dan cakupan geografis. Contohnya adalah penyakit rabies yang kasusnya cukup banyak terjadi di NTT, khususnya Pulau Flores.

Menurut Maria, dampak dari emerging dan re-emerging infectious disease yakni gangguan kesehatan pada masyarakat yang menyebabkan kematian, pambatasan ekspor ternak dan produksinya dan penurunan produktifitas dan manusia yang tertular.

Selain itu, terjadi kerugian ekonomi seperti penurunan perdagangan, beban biaya pengobatan, penurunan wisatawan, serta mengganggu ketentraman manusia.

"Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pengendalian dan pemberantasan emerging dan re-emerging,"tegasnya.

Maria berharap, melalui seminar ini, para mahasiswa lebih memahami tentang strategi untuk menghadapi penyakit tersebut.

"Harapan kami melalui seminar ini juga, mahasiswa lebih mengerti sejak dini dan mendapatkan ilmu dari para pakar yang menjadi narasumber terkait penanganan penyakit infeksi itu,"ujarnya.

Baca juga: KEMENKES: Banyak Anak Meninggal karena Rabies

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Maxs UE Sanam, juga berkata bahwa melalui seminar ini dan seminar-seminar serupa lainnya, rabies diharapkan bisa segera ditangani. Pasalnya, menurut dia, rabies hanya bisa ditangani melalui kerja sama lintas sektor.

Maxs mengatakan, penanganan rabies harus mengunakan konsep one health atau pendekatan multidisiplin ilmu. Selain itu, dibutuhkan upaya massal untuk membangkitkan kesadaran masyarakat pada semua level.

"Kami berharap, kegiatan ini dapat mengedukasi mahasiswa kedokteran hewan, lembaga terkait dan masyarakat, sehingga lebih peduli dan sadar akan bahaya penyakit emerging dan re-emerging ini," ujarnya.

Untuk diketahui, wabah rabies terjadi di NTT, khususnya Pulau Flores dan Lembata. Penyakit itu sudah menelan ratusan orang sejak 1997.

Hingga 2019, penularan virus rabies belum berhasil dicegah pemerintah. Bahkan, selama September 2019, tercatat tiga orang meninggal karena digigit anjing rabies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com