Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Sampah Plastik yang Ditimbulkan dari Minuman Kekinian

Kompas.com - 08/07/2019, 20:36 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Minuman olahan yang kini menjamur di tiap sudut kota meninggalkan banyak sampah plastik. Pasalnya, kedai-kedai minuman ini hanya menyediakan kemasan sekali pakai, yakni gelas plastik dengan berbagai ukuran.

Kompas.com mencoba mengunjungi Lippo Mall Puri di Jakarta Barat untuk melihat pola konsumsi kedai-kedai minuman kekinian. Di Lippo Mall Puri, tercatat ada Kopi Kenangan, banban, Chatime, Xing Fu Tang, Kopi Alumni, dan KOI Cafe yang ramai dikerumuni pembeli.

Tempat ini berjualan dengan cara yang sama, yakni hanya menjual minuman untuk take away atau dibawa pergi. Sementara itu, yang menyediakan tempat duduk hanya Kopi Kenangan, Kopi Alumni, dan KOI Cafe.

Namun di ketiga tempat itu pun, para pembeli yang menikmati kopi di tempat tetap disuguhi kemasan plastik. Untuk menikmati minuman, pengunjung juga disuguhi berbagai jenis sedotan.

Baca juga: Hal yang Harus Diketahui tentang Legitnya Boba Tea dan Kopi Kekinian

Mia (27), salah satu pengunjung di Ban Ban menyadari bahwa sampah yang dihasilkan dari konsumsinya menyumbang dampak buruk bagi lingkungan. Namun, ia merasa bahwa itu harga yang harus dibayar untuk kepraktisan.

"Kan saya minumnya juga enggak setiap hari. Dan kalau enggak pakai gelas plastik, pakai apa lagi?" kata Mia.

Namun, di Ban Ban saja, 437 gelas minuman laku dalam waktu tujuh jam. Ini belum termasuk ratusan minuman lainnya di mal yang sama. Mia merasa jika plastik itu berdampak buruk bagi lingkungan, maka penjual harusnya yang bertanggung jawab untuk itu.

"Semoga sih penjual bisa menemukan cara supaya sampahnya enggak terlalu banyak. Sebagai pembeli kan kita juga berusaha ngurangin," kata dia.

Berbeda dengan Mia, Dera (28), pengunjung Starbucks, mengaku kadang-kadang suka merasa bersalah jika terlalu banyak jajan dan membuang banyak kemasan plastik. Untuk itu, dia berusaha lebih sering menghabiskan uang di kedai kopi yang menyediakan gelas atau membawa tumbler sendiri dari rumah.

"Pasti merasa (bersalah) sih kalau ditanya. Apalagi kita sering lihat ya video-video sampah plastik di laut," ujar Dera.

Baca juga: 40 Tahun Terkubur, Plastik KFC Masih Utuh

Selain kedai-kedai minuman olahan, di Lippo Puri juga ada Starbucks dan Djournal yang menyediakan tempat kongkow dan minuman di gelas. Mereka menawarkan promo diskon bagi pengunjung yang membawa tumbler sendiri.

Bahkan di Starbucks, selain tumbler, kini gelas berbahan plastik yang cukup tebal juga dijual bersama tutupnya.

"Ini harganya Rp 75.000, kalau beli sama minumannya jadi Rp 50.000 aja," kata barista Starbucks.

Soal sedotan, baik Starbucks maupun Djournal tak menganjurkan penggunaan sedotan. Djournal "menyembunyikan" sedotannya dan membuat pelanggan harus meminta ke barista jika ingin sedotan. Sementara Starbucks meletakkan imbauan untuk tidak mengambil sedotan, kendati sedotan bebas diambil.

Pada 2018 lalu, berdasarkan data yang diperoleh dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun di mana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Menurut sumber yang sama, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.

Lalu menurut data Greenpeace Indonesia, produksi sampah di Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun. Sebanyak 10,4 juta ton atau 16 persen merupakan sampah plastik. Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar kedua di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau