Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Jerman Klaim Makan Jeroan Baik Bagi Lingkungan, Kok Bisa?

Kompas.com - 09/06/2019, 17:33 WIB
Julio Subagio,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Bagi masrayakat Indonesia, konsumsi jeroan tentunya tidak asing karena banyak menu kuliner Nusantara menggunakan jeroan, entah itu otak, usus, hati, paru, ampela, lambung, babat, bahkan testis.

Konsumsi jeroan juga ditemukan di berbagai menu tradisional berbagai negara lain, seperti negara pada kawasan Skandinavia dan Amerika Selatan.

Namun, bagi sebagian besar masyarakat dunia, jeroan merupakan bahan yang jarang dikonsumsi, dan seringkali terbuang begitu saja.

Tapi ternyata, konsumsi jeroan memiliki dampak baik bagi kesehatan, ungkap studi terbaru.

Baca juga: Mampir ke Restoran Nasi Padang, Ahli Gizi Pilih Apa?

Studi yang dilakukan terhadap industri daging di Jerman ini menyimpulkan bahwa konsumsi jeroan oleh masyarakat lokal dapat mengurangi emisi karbon nasional sebesar 14 persen. Hal serupa juga diprediksi dapat terjadi di tingkat global.

Menurut FAO, diperkirakan bahwa industri peternakan bertanggungjawab atas sekitar 14,5 persen emisi gas rumah kaca secara global, melalui gas yang dihasilkan oleh hewan ternak via kotoran. Negara yang memiliki industri daging skala besar, seperti Amerika Serikat dan Australia, merupakan penyumbang utama.

Emisi gas dari industri daging tentu dapat diminimalisasi dengan penghentian konsumsi daging secara menyeluruh. Namun, tentu saja hal tersebut mustahil dicapai, karena daging merupakan bahan makanan favorit serta mengandung banyak nutrisi esensial yang dibutuhkan tubuh.

Studi ini memperkirakan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi semaksimal mungkin angka emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri peternakan.

Strategi tersebut di antaranya adalah mengurangi konsumsi daging nasional menjadi setengah konsumsi saat ini. Hal tersebut memangkas emisi gas sekitar 30 persen.

Strategi lainnya adalah meningkatkan konsumsi jeroan, yang dapat mengurangi emisi sebesar 14 persen.

Terakhir, mengganti konsumsi daging merah dengan daging putih, seperti ayam atau kalkun.

Keseluruhan kombinasi strategi ini mampu mengurangi tingkat emisi nasional sebesar 43 persen. Meski demikian, strategi ini hanya skenario ideal.

Konsumsi daging telah menjadi bagian dari kebudayaan kuliner di seluruh dunia, yang menjadikannya mustahil untuk dilenyapkan begitu saja, atas alasan apapun.

"Kita tidak berasumsi bahwa strategi ini dapat dicapai. Namun, kita ingin menyediakan perbandingan dan mendemonstrasikan strategi mana yang dapat menghasilkan perbedaan terbesar bagi sektor agro," papar Gang Liu, peneliti dari University of Southern Denmark yang tergabung dalam tim penelitian ini, dilansir dari Popular Science.

Meski demikian, ilmuwan lain nampaknya lebih skeptis mengenai konsumsi jeroan, terutama dilatarbelakangi oleh alasan kesehatan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com