KOMPAS.com - Pernahkah Anda membayangkan apa yang terjadi di otak manusia ketika sedang bersedih atau cemas? Penasaran dengan hal itu, para ilmuwan melakukan penelitian baru.
Studi itu menunjukkan bahwa ketika sedih atau cemas, terjadi peningkatan "percakapan" antara dua area otak.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Cell itu membuat para peneliti mendengarkan percakapan listrik di otak. Dengan kata lain, komunikasi antara sel-sel di otak meningkat di dua wilayah spesifik ketika bersedih.
Dua area itu telah lama diketahui terkait dengan memori dan emosi manusia.
Sayangnya, para peneliti masih belum tahu obrolan antar sel otak itu merupakan penyebab atau efek dari suasana hati yang buruk.
Meski begitu, temuan ini mengindikasikan bahwa kesedihan dan kecemasan memiliki manifestasi fisik pada otak manusia.
"Bagi banyak pasien, sangat penting untuk mengetahui bahwa mereka merasa tertekan, itu karena sesuatu yang dapat diukur dan konkret terjadi di otak mereka," ungkap Dr Vikaas Sohal, penulis senior studi ini dikutip dari Live Science, Kamis (08/11/2018).
"Untuk beberapa pasien, ini bisa memberi validasi penting dan menghilangkan stigma, memberdayakan mereka untuk mencari pengobatan yang tepat," imbuh psikiater di University of California itu.
Temuan ini didapatkan menggunakan teknik yang disebut electroencephalography intrakranial (EEG). Kata "intrakranial" merujuk pada metode yang melibatkan penanaman elektroda atau kabel di dalam tengkorak - di dalam dan di otak.
Elektroda yang ditanamkan ini merekam aktivitas listrik atau komunikasi sel-sel otak.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Jalan Tol dari Usus ke Otak
Pada penelitian sebelumnya, aktivitas otak, suasana hatim dan emosi dilihat menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI). Sayangnya, cara ini tidak bisa melihat secara langsung aktivitas otak dan mengukur perubahan aktivitas tersebut.
Untuk itu mereka memilih menggunakan prosedur invasif dengan menanamkan elektroda pada otak responden.
Namun, responden yang kemudian direkrut adalah pasien yang sedang menunggu operasi dan telah memiliki elektroda di otak mereka. Responden yang direkrut adalah 21 pasien epilepsi yang elektroda di otaknya digunakan untuk mengidentifikasi daerah otak yang menyebabkan kejang.
Para peneliti kemudian mencatat aktivitas otak responden selama tujuh hingga 10 hari. Selama periode yang sama, responden juga diminta untuk mencatat suasana hati mereka menggunakan buku harian.
Hasilnya, pada 13 dari 21 pasien, suasana hati buruk dikaitkan dengan peningkatan komunikasi antara amigdala (wilayah otak yang bertanggung jawab atas emosi) dan hippocampus (memori).
"Gagasan bahwa kenangan pengalaman pahit dan emosi negatif saling berkaitan adalah gagasan lama dalam psikiatri, dan merupakan inti dari terapi perilaku kognitif," kata Sohal.
"Temuan kami mewakili dasar biologis tentang keterkaitan itu," sambungnya.
Masih belum jelas bagaimana emosi dan memori berhubungan dalam hal ini. Sohal berspekulasi, mungkin ketika seseorang berada dalam suasana hati tertekan, emosi negatif dalam amigdala memicu ingatan-ingatan sedih atau sebaliknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.