Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Ide PKL Jualan di Trotoar Bagus, Asal...

Kompas.com - 25/10/2018, 17:31 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memfasilitasi pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan di trotoar mendapat protes sejumlah pihak. Salah satunya berasal dari Koalisi Pejalan Kaki.

Protes ini menyusul sempitnya sisa trotoar yang bisa dimanfaatkan oleh pejalan kaki. Tapi, Yoga Adi Winarto, Country Director Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) justru menyambut baik niat dari Pemprov DKI Jakarta itu.

"Secara policy sebenarnya gak ada masalah. Maksudnya, secara kebijakan, tempat orang jalan kaki itu seharusnya dibikin seaktif mungkin," ungkap Yoga dihubungi lewat sambungan telepon, Kamis (25/10/2018).

"Jadi dari prinsip desain dan perencanaan itu kita gak mau lah ada trotoar yang kanan-kirinya itu isinya tembok aja, nggak ada apa-apanya," sambungnya.

Agar Lebih Menarik

Dengan sisi-sisi trotoar hanya berupa tembok, menurut Yoga, orang akan merasa lebih bosan karena tidak ada sesuatu yang menarik.

"Jadi sebenarnya, intinya bukan masalah PKL-nya. Tapi aktivitas sepanjang trotoar itu, memang harus dibikin ada," kata Yoga.

"Kalau di tempat kota-kota lain, mereka sudah digabungkan dengan pertokoan. Jadi begitu jalan, di samping-sampingnya sudah ada toko," imbuhnya.

Pengalaman berjalan di area trotoar yang memiliki toko dengan bentuk kaca besar ini bagi Yoga menjadi pengalaman yang menyenangkan. Pengalaman ini kemudian mendorong banyak orang untuk lebih aktif berjalan kaki di trotoar.

"Kalau di Indonesia, kayak di Jakarta terutama di Sudirman -Thamrin misalnya, kalau kita lihat di kanannya memang jalanan di sebelah kirinya itu tembok, pager, bahkan kadang-kadang ada akses mobil atau parkiran," kisah Yoga.

"Jadi memang sebenarnya tidak menarik," tegasnya.

Baca juga: Sudahkah Trotoar Kita Ramah Disabilitas?

Pakai Muka Gedung

Untuk mengatasi permasalahan ini, Yoga tak lantas menyarankan untuk membiarkan PKL melakukan aktivitas ekonomi di trotoar. Dia lebih mengajurkan pembukaan muka gedung di beberapa wilayah Jakarta.

"Beberapa contoh yang sudah ada di beberapa bangunan di Thamrin, kalau nggak salah. Itu dengan membuat kayak semacam cafe atau coffee shop tapi cuma ada di area propertinya," tutur Yoga.

"Jadi tempat yang tadinya dibuat carport, parkiran itu dan gerbangnya dibuka," tambahnya menerangkan.

Dengan cara seperti ini, orang akan lebih tertarik berjalan di wilayah tersebut sekaligus bisa meningkatkan aktivitas ekonomi.

"Artinya, orang yang lagi jalan bisa ada langsung aktivitas ngambil ke sana (membeli barang)," ucap Yoga.

Dia menjelaskan, "Yang sekarang kadang ada bias itu sebenarnya kesannya PKL itu sama dengan informal, sama dengan ilegal."

Padahal permasalahan PKL di Indonesia, bagi Yoga terletak pada aktivitasnya. Hal ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara menata dengan baik.

"Ada contoh tadi yang di situ, dibuat seperti kafe-kafe kecil atau semacam bangunan temporer yang dibikin di parkiran tadi. Itu lebih meningkatkan orang tertarik untuk jalan (di trotoar) sambil beli," ujarnya.

"Paling gampang gini deh, seandainya kita minta minimarket untuk membuat bangunan-bangunan semi permanen, bukan di trotoarnya tapi lebih di area yang tadinya pager dibuka (muka bangunan)," tambahnya.

Baca juga: Transjakarta, Seberapa Ramah bagi Para Penyandang Disabilitas?

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com