Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/10/2018, 10:30 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Dalam rangka Asian Para Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta, pihak Transjakarta diketahui menyediakan sekitar 300 bus ramah disabilitas. Hal ini menyadarkan banyak orang terkait pentingnya akses dan fasilitas publik bagi penyandang disabilitas.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah bentuk trotoar di beberapa kota yang masih kurang ramah disabilitas. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Yoga Adi Winarto, Country Director Institute for Transportation & Development Policy (ITDP).

"Saya juga penasaran sih, ITDP mau coba pakai kursi roda sendiri. Tim kita pengen coba mengalami bagaimana sih susahnya jalan dengan kursi roda di trotoar Jakarta," kata Yoga kepada Kompas.com, Selasa (09/10/2018).

"PR terbesarnya di sana. Meskipun dibilang trotoarnya sudah dibagusin," imbuhnya.

Dalam kajian ITDP tahun 2017 lalu, ada beberapa prasyarat utama dalam pembangunan trotoar. Di antaranya adalah:

1. Adanya jalur khusus, terpisah, dan aman untuk pejalan kaki;
2. Jalan bersama yang didesain mengakomodasi keamanan orang berjalan 15 km/jam;
3. Jalur kecil khusus pejalan kaki.
4. Untuk melengkapinya, trotoar harus dirancang ramah disabilitas sesuai dengan standar dan peraturan lokal.

Untuk itu, pemasangan ubin pemandu mutlak diperlukan.

"Ubin pemandu sendiri biasanya memiliki warna atau bahan yang berbeda sehingga orang menyadari adanya jalur khusus bagi penyandang disabilitas tersebut," tulis kajian tersebut.

Selain trotoar, Yoga juga menyoroti persimpangan di beberapa wilayah.

"Kalau kita mau menyebrang, persimpangan pasti selalu susah. Karena tidak dibikin kayak ramp atau turunan," ujar Yoga

Baca juga: Andong dan Becak, Sebuah Refleksi Sistem Transportasi di Yogyakarta

"Ada juga penghalang (ketika turun dari trotoar). Mobil atau motor parkir," imbuhnya.

Yoga menuturkan, masalah di atas menjadi situasi yang susah sekali bagi pengguna kursi roda.

Padahal, menurut kajian ITDP, persimpangan dikatakan aman jika bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Dalam hal ini, penyediaan ramp diperlukan.

"Penyediaan ramp dilakukan guna memfasilitasi para penyandang
disabilitas baik yang menggunakan kursi roda maupun alat bantu berjalan kaki lainnya," urai ITDP.

"Terakhir, chalenge terbesar adalah gedung," tegas Yoga.

Menurut Yoga, banyak gedung di wilayah Jakarta dan sekitarnya melupakan akses untuk para penyandang disabilitas. Contohnya, hanya memberikan tangga tanpa membuat rem atau turunan.

"Banyak banget gedung di Jakarta ini yang tidak accessable (masuk gedung)," ujarnya.

"Jadi, kita jangan hanya suka nyalahin yang ada di publik tapi juga di lingkungan privat-nya," tutur Yoga.

Untuk itu, Yoga menyebut bahwa peraturan bangunan harus diubah utk dapat mengakomodir pengguna kursi roda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com