Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amankah Mie dan Daging Instan untuk Penyintas Gempa? Ini Kata Ahli

Kompas.com - 03/10/2018, 09:09 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Mie dan rendang instan adalah solusi pangan untuk mereka yang sedang menghadapi kondisi darurat seperti bencana alam. Kendati mengandung pengawet, makanan tersebut tergolong bahan pangan standar dalam proses penyelamatan korban bencana.

Dokter spesialis gizi klinik, dr Dian Permata Sari, SpGK, mengatakan kebutuhan pangan dalam produk kemasan seperti mie instan ataupun rendang instan adalah pilihan yang paling memungkinkan untuk situasi darurat.

"Tentu itu (produk pangan instan) ada pengawetnya, tetapi pengawet yang ada di dalamnya sudah melewati standar BPOM, enggak masalah," ungkap Dian yang dihubungi Kompas.com, Senin (2/10/2018).

Baca juga: Korban Gempa Donggala Butuh Psychological First Aid, Ini Artinya

Produk kemasan makanan disebut tidak sehat lantaran kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, namun rendah protein, serat, vitamin, dan mineral.

"Di dalam situasi darurat dengan segala keterbatasan, sulit untuk mencari alternatif lain. Meski enggak terlalu sehat, tapi kalau dalam keadaan darurat seperti ini ya mau enggak mau," imbuh Dian.

Dibanding mie instan, Dian menyebut roti memang memiliki kandungan nutrisi yang lebih baik dibanding mie instan. Sayangnya, roti tidak bisa disimpan untuk jangka waktu cukup lama sehingga tidak memungkinkan dijadikan alternatif pangan bagi korban bencana.

Dian justru mengungkapkan bahwa ketersediaan air bersih jauh labih penting. Apalagi semua bahan pangan instan membutuhkan air untuk membuatnya.

Selain untuk membuat makanan, air bersih juga sangat dibutuhkan untuk membersihkan peralatan makan dan menjaga kebersihan dapur darurat.

"Kalau air yang digunakan tidak bersih, bisa menyebabkan masalah baru untuk korban bencana seperti diare dan masalah pencernaan lain," ujarnya.

Mempertahankan status gizi dalam keadaan darurat

Profesor dr. Veni Hadju, MSc, PhD, Sp.GK yang mengajar di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan sekaligus ahli nutrisi pada kondisi bencana mengatakan ada dua fase dalam keadaan darurat bencana.

"Fase pertama adalah saat 5 hari pertama terjadi bencana alam seperti gempa, di mana masyarakat belum mendapat tempat stabil. Fase kedua adalah 5 hari setelah gempa di mana sudah ada tempat penampungan korban yang tetap," ujar Profesor Veni kepada Kompas.com, Senin (2/10/2018).

Seperti rujukan WHO, standar pangan yang bisa diberikan untuk fase pertama antara lain biskuit, mie instan, sereal (instan), blended food, dan susu untuk anak balita.

"Kebutuhan per orang harus dicukupi, energi 2.138 (Kkal), protein 53 gram, dan lemak 40 gram," imbuhnya.

Setelah memasuki fase kedua, standar pangan dianjurkan mengandung lebih banyak nutrisi dibanding fase pertama.

Ada sereal berupa beras, terigu, jagung, atau bulgur. Kemudian kacang-kacangan, minyak goreng, ikan atau daging kaleng, gula, garam, buah-buahan dan sayuran, blended food untuk MPASI, bumbu dapur.

Baca juga: Daripada Sistem Peringatan Dini, Ini yang Lebih Penting Saat Bencana

"Pemberian makanan tambahan darurat juga sebaiknya diberikan untuk seluruh kelompok rentan seperti balita, wanita hamil, ibu menyusui untuk mencegah memburuknya gizi pengungsi," imbuhnya.

Profesor Veni menambahkan, satu dapur darurat sebaiknya dapat mencukupi 200 sampai 300 keluarga, atau sekitar 1.000 sampai 1.500 orang dan diletakkan di lokasi yang mudah terjangkau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com