Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/07/2018, 19:33 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber Newsweek


KOMPAS.com - Mungkin sebagian dari kita pernah ada yang membayangkan, apakah alam semesta bisa hancur, apa yang membuatnya hancur, atau bagaimana wujud terakhir dari alam semesta sebelum berakhir?

Hal serupa pun dipikirkan oleh para ahli, termasuk dua astrofsikawan yang memprediksi kiamat akan terjadi dengan cara yang sama seperti saat alam semesta terbentuk, yakni dengan ledakan.

Meski potensi kematian alam semesta masih 30 sampai 40 miliar tahun lagi, keduanya telah membuat model skenario alam semesta kiamat dalam sebuah studi yang terbit Rabu (25/7/2018) di jurnal Physical Review D.

Baca juga: Cegah Kiamat, NASA Bikin Rencana Mirip Film Armageddon

Ahli yang terlibat dalam studi ini adalah Sergey Odintsov dan Vasilis Oikonomou. Mereka membuat model singularitas, sebuah lokasi di semesta yang memiliki kerapatan materi terbatas juga tidak memiliki konsep ruang dan waktu.

Dari sini, mereka menemukan alam semesta akan berakhir dengan munculnya Bing Bang lainnya suatu hari nanti.

Namun, mereka tidak mengetahui apa yang akan terjadi di luar singularitas.

Sebagai gantinya, mereka memprediksi sebelum semesta benar-benar berakhir, kehidupan sudah berakhir jauh sebelum hal itu terjadi.

"30 hingga 60 juta tahun sebelumnya, tarikan gravitasi dari singularitas akan mengubah materi apapun menjadi plasma atau gas yang terionisasi dan kehilangan elektron-elektronnya, kemudian (materi) menghilang," tulis para ahli dalam jurnalnya dilansir Newsweek, Kamis (26/7/2018).

"Tapi mungkin juga semesta akan terus tumbuh tanpa batas jika tidak terjadi singularitas. Semuanya tergantung pada teori gravitasi alternatif yang jarang didukung dalam model," imbuh penulis.

Sementara itu, para ilmuwan telah mengungkap bencana universal sejak penemuan Big Bang.

Odintsov sebelumnya mengeksplorasi teori Big Rip, di mana alam semesta berkembang dengan tingkat yang dipercepat dan akhirnya akan membuat semesta rusak dan menghancurkan semuanya.

Baca juga: Apa yang Terjadi Sebelum Big Bang? Stephen Hawking Menjawabnya

Pada Maret lalu, sebuah tim peneliti Harvard mengemukakan bahwa alam semesta akan meletus dan meledak, terkait dnegan medan tiga dimensi tituler di ruang angkasa yang memberi massa untuk benda-benda langit.

Tim Harvard memperkirakan alam semesta punah dalam sekian triliunan tahun lagi. Dalam teori mereka, tim ini memperkirakan adanya lubang hitam supermasif yang bersembunyi dan dapat mengganggu medan Higgs serta sistem ruang dan waktu.

Ada juga kemungkinan, alam semesta akan terus berkembang, namun tiba-tiba menyusut karena materi menurun seiring waktu dan gravitasi menarik benda-benda langit ke dalam fenomena yang disebut Big Crunch.

Selain itu, ada prediksi alam semesta akan punah karena pembekuan raksasa. Di mana panas alam semesta akan terdistribusi secara merata sehingga tidak ada ruang bagi energi yang dapat digunakan untuk pembentukan bintang.

Kematian bintang-bintang tua dan ketiadaan bintang-bintang baru akan membuat alam semesta menjadi dingin dan mati.

Baca juga: Tahun 2100, Bumi Akan Menunjukkan Tanda-tanda Kiamat

"Ternyata kita ada di antara alam semesta yang stabil dan alam semesta yang tidak stabil. Kita semacam ada di alas semesta yang bertahan untuk waktu lama, tapi pada akhirnya alam semesta akan mati," ujar fisikawan teoritis Joseph Lykken pada New York Post.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com