Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Dipisahkan dari Orangtua Bisa Alami Trauma Berkepanjangan

Kompas.com - 22/06/2018, 21:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Para dokter dan psikolog angkat bicara dan mengecam kebijakan presiden AS Donald Trump terkait "Toleransi Nol" yang memisahkan anak-anak dari orangtua mereka.

Tentu saja pemisahan secara paksa ini menimbulkan protes dari banyak pihak karena dianggap dapat menciptakan trauma dan mengganggu psikologis anak dalam jangka panjang.

Dr. Colleen Kraft, presiden American Academy of Pediatrics (AAP) yang belum lama ini mengunjungi pusat pengasingan anak-anak berumur 12 tahun ke bawah di Texas menceritakan pengunjung tidak diperbolehkan menggendong atau menghibur anak-anak yang menangis.

Ketiadaan sentuhan fisik seperti pelukan, memegang tangan, dan memberi rasa nyaman adalah faktor utama yang dapat memengaruhi psikologis anak-anak.

Baca juga: Bocah Honduras Ikon Kebijakan Trump Tak Dipisahkan dari Orangtuanya

Menurut Lori Evans, asisten profesor dari Departemen Psikiatri Anak dan Remaja di NYU Langone Healt mengatakan ketiadaan sentuhan fisik akan meningkatkan hormon stres pada anak-anak.

"Kami mengetahui ini dari anak-anak yang dibesarkan di panti asuhan," kata Evans dilansir Live Science, Rabu (20/6/2018).

Ia menjelaskan, anak-anak tanpa sentuhan kasih sayang dapat meningkatkan hormon stres kortisol yang lebih tinggi dari biasanya, bahkan setelah mereka dipulangkan kembali ke orangtuanya.

Selain hormon kortisol meningkat, hormon lain seperti oksitosin dan vasopresin yang penting untuk ikatan emosional dan sosial akan jauh lebih rendah dibanding anak-anak yang mendapat sentuhan kasih sayang.

"Sentuhan dengan orang terdekat sangat penting di awal kehidupan agar anak memiliki hubungan normal dan baik dengan orang lain," kata Dr Ranna Parekh, psikiater anak dari American Psychiatric Association.

Kebijakan "Toleransi nol" disebut Ranna tidak hanya mengusik kenyamanan kasih sayang dengan orang tua, tapi juga membuat anak-anak merasa kesepian.

"Anak-anak tidak hanya trauma dengan perpisahan, mereka juga tidak memiliki akses untuk menghilangkan stres," katanya.

"Saya harap perawat di tempat penahanan punya pengalaman dan tahu bagaimana cara memberikan sentuhan. Ini akan jauh lebih baik daripada tidak memiliki seorang pun," imbuh Ranna.

Trauma berkepanjangan di otak

Menurut para dokter dan psikolog, masalah ini akan berdampak panjang.

"Kebanyakan gangguan mental, emosi, dan perilaku berakar pada masa anak-anak dan remaja. Trauma masa kecil sangat rentan memicu keinginan bunuh diri suatu saat nanti," tulis National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine dalam sebuah pernyataan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com