Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fibrosis Paru, Penyakit Mematikan yang Masih Asing bagi Dokter

Kompas.com - 02/03/2018, 20:33 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyakit fibrosis paru yang dalam istilah kedokteran disebut idiopathic pulmonary fibrosis (IPF) termasuk penyakit langka yang masih jarang diketahui oleh masyarakat. Dokter pun masih banyak yang belum mengenal penyakit fibrosis paru.

Kendati penyakit langka, fibrosis paru tidak boleh disepelekan karena mematikan. Rata-rata penderita fibrosis paru hanya bertahan hidup dua hingga lima tahun setelah terdiagnosis.

Hal ini disampaikan Agus Dwi Susanto, Ketua Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dalam acara temu media yang digelar Roche Indonesia di Jakarta pada Jumat (2/3/2018).

Penyakit fibrosis paru ditandai dengan adanya kerusakan permanen pada paru-paru berupa luka parut yang progresif. Luka ini menyebabkan paru-paru terhambat mengembang sehingga pasien kesulitan bernapas.

Baca juga : Sutopo BNPB, Cerita tentang Kanker Paru dan Semangatnya yang Tak Padam

Sebagai perbandingan, orang dewasa sehat menghembuskan 15 napas per menit ketika beristirahat, sementara orang dewasa dengan IPF menghembuskan 25 napas per menit ketika beristirahat.

“Oleh karena itu, satu tarikan napas berharga bagi penderita IPF. Umumnya oksigen masuk ke alveoli lalu ke jantung dan menyebar lewat pembuluh darah. Ketika paru-paru mengalami parut, daerah pertukaran oksigennya terganggu. Ini bisa mengurangi oksigen dalam darah. Oksigen tidak bisa masuk ke alveoli,” ujar Agus.

Agus juga berkata bahwa penyakit ini bersifat irreversible atau paru-paru tidak bisa kembali normal dan berujung fatal.

“Di Indonesia, prevalensi penderita penyakit ini di Indonesia mencapai 6,26 hingga 7,73 per satu juta penduduk. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat” ujarnya.

Baca juga : Mengenal Faktor Risiko Kanker Paru lewat Kasus Humas BNPB Sutopo

Kendati belum bisa memastikan penyebab penyakit ini, Agus menyebutkan sejumlah faktor risiko, seperti merokok, paparan debu, infeksi virus, genetik, dan penyakit asam lambung.

“Diharapkan kalau IPF dideteksi sedini mungkin, lebih bisa meningkatkan kualitas hidup,” imbuh Agus.

Dalam kesempatan tersebut, Sita Andarini, Ketua Pokja Interstitial Lung Disease menambahkan bahwa penyakit ini dikatakan langka karena penderitanya di Indonesia berkisar antara 700 hingga 1.500 jiwa.

“Langka juga karena menyerang jaringan, bukan saluran pernapasan. Gejala umum yang menyertai penyakit fibrosis paru ini seperti batuk kering, sesak napas yang berat, dan kuku jari yang membesar,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com