Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Saja Komplikasi yang Menyertai Hipertensi?

Kompas.com - 23/02/2018, 17:35 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Rossana Barack, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, mengungkap bahwa hipertensi pasti akan disertai komplikasi. Pernyataan ini disampaikan dalam acara konferensi pers 12th Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension (InaSH) pada Kamis (22/2/2018) di Jakarta.

Hal senada juga dikemukakan Tunggul D Situmorang, dokter sekaligus pakar nefrologi. Menurut Tunggul, hipertensi akan disusul timbulnya gangguan fungsi pada organ dengan pembuluh darah. Padahal, hanya kuku dan rambut yang tidak mempunyai pembuluh darah.

Umumnya, kata Tunggul, komplikasi yang terjadi setelah hipertensi adalah gagal jantung, gagal ginjal, dan stroke. Berdasarkan data kohor Kementerian Kesehatan pada tahun 2017, pengidap hipertensi punya peluang 2,8 kali lebih besar terkena stroke. Hipertensi juga meningkatkan potensi terserang diabetes mellitus hingga 1,9 kali lipat.

“Kalau hipertensi terjadi di saraf, bisa memicu stroke. Kalau di pembuluh darah yang mengalir ke ginjal, bisa gagal ginjal. Bisa juga kelainan jantung,” sebut Tunggul.

Baca juga : Berapa Kenaikan Berat Badan yang Baik agar Ibu Hamil Tidak Hipertensi?

Mulanya, faktor risiko diabetes akan mendorong munculnya hipertensi. Kemudian, akan memicu gangguan kardiovaskuler dan proteinuria atau kondisi ginjal mengalami kebocoran.

“Jika sudah sampai tahap proteinuria, fungsi ginjal makin ditekan. Akibatnya bisa gagal ginjal,” kata Tunggul.

Di fase akhir, pasien hipertensi akan terkena serangan jantung dan gagal ginjal. Serangan jantung terjadi ketika otot jantung harus bekerja lebih berat untuk memompa darah karena tekanan darah yang tinggi.  Akibatnya, otot jantung kiri membesar hingga berakhir gagal fungsi.

Sementara itu, gagal ginjal terjadi ketika pembuluh darah rusak akibat pembuluh darah kecil dalam ginjal terlalu tertekan. Tekanan darah yang tinggi menghambat proses penyaringan dalam ginjal.

Baca juga : Hipertensi Tak Terkontrol Berisiko Pikun di Usia Senja

Tunggul membandingkan, lebih berbahaya jika terkena serangan jantung karena bisa mendadak meninggal, sedangkan jika mengalami gagal ginjal, masih bisa diperpanjang harapan hidupnya melalui proses cuci darah.

Gagal ginjal bisa didialisis. Orang bisa hidup tanpa ginjal, tapi tidak tanpa jantung. Hipertensi diketahui menjadi penyebab utama gagal ginjal di Indonesia,” ujarnya.

Sebanyak 35 persen gagal ginjal disebabkan oleh hipertensi, kata Tunggul mengutip laporan ke-5 Indonesian Renal Registry 2015. Dari laporan tersebut, juga diketahui bahwa 49 persen pasien hipertensi berujung pada kematian yang disebabkan penyakit kardiovaskular.

Untuk itu, Tunggul menyarankan pasien hipertensi untuk rutin cek tekanan darah. Tindakan tersebut mampu menekan rata-rata 35-40 persen kasus komplikasi stroke.

“Mengurangi serangan jantung hingga lebih dari 50 persen dan juga meminimalisasi miokardial infarksion sebesar 20 hingga 25 persen,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com