KOMPAS.com - Dalam rangka menekan angka difteri, sudah ada tiga provinsi yang melakukan imunisasi ulang atau ORI (Outbreak Response Immunization) per Senin (11/12/2017).
Tiga wilayah itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Ketiga provinsi itu memiliki pengidap difteri paling banyak.
Namun di tengah outbreak itu, masih ada saja pihak yang menentang vaksinasi. Padahal, salah satu penyebab difteri merebak lagi adalah minimnya vaksinasi.
Ada yang menganggap vaksin menakutkan, mulai dari membuat anak panas hingga menyebabkan penyakit.
Soedjatmiko, Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), mengatakan," "Jangan ikut-ikutan orang-orang yang menakut-nakuti bahwa imunisasi berbahaya."
"Karena penyakitnya (difteri) sangat berbahaya. Terbukti menyerang 600 anak dan 38 anak cucu kesayangan kita telah meninggal," imbuhnya.
Baca Juga : Kupas Habis Difteri, Bagaimana Penyakit Kuno Jadi Hantu pada 2017?
Dia mengatakan, Imunisasi DPT, DT, TD rutin dilakukan di seluruh negara pada tiap hari kerja, karena terbukti bermanfaat dan aman.
"Hal ini sudah disimpulkan oleh penelitian kelompok-kelompok pakar di semua negara," tukasnya.
Dia menjelaskan bahwa salah satu efek usai mendapat imunisasi adalah anak mengalami sedikit bengkak, merah, nyeri, atau demam. Hal itu reaksi normal.
"Cukup diberi parasetamol, biasanya akan hilang dalam tiga hari," jelasnya kepada Kompas.com, Senin (11/12/2017).
Ingat, salah satu tanda yang bisa dilihat jika anak menderita difteri adalah adanya selaput keabu-abuan di pangkal tenggorokan dan atau di hidung.
Selaput tersebut dapat menyumbat tenggorokan dan saluran nafas. Jika anak sampai tidak bisa bernafas, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melubangi lehernya agar udara dapat keluar masuk.
"Bagi orangtua, buka mulut anak, (minta anak) julurkan lidahnya. Kalau ada selaput putih keabuan di tenggorakan atau hidung, segera ke dokter. Kalau leher bengkak juga langsung segera ke dokter," ujarnya
"Racun kuman difteri bisa merusak otot jantung, maka penyakit ini sangat berbahaya dan mudah menular," tutupnya.
Baca Juga : Punya 1.000 Dosis Obat Difteri, Kemenkes Imbau agar Tak Khawatir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.