Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Watu Gong Wonosobo, Bagaimana Bisa Pasir Pantai sampai ke Goa?

Kompas.com - 17/11/2017, 19:30 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

WONOSOBO, KOMPAS.com - Tim peneliti independen dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jawa Timur, berupaya menguak misteri situs Watu Gong di Desa Tumenggungan, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Mereka mendatangi dan melakukan serangkaian penelitian di situs purbakala tersebut, sejak Rabu (15/11/2017) kemarin.

Situs Watu Gong sejauh ini memang masih menyimpan pertanyaan besar yang belum terjawab.

Salah satu pertanyaan besarnya adalah bagaimana mungkin pasir mirip pasir pantai mengendap di dinding situs. Itu jadi pertanyaan sebab secara geografis, Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dan jauh dari pesisir.

Agustin Aryani, salah satu peneliti, mengungkapkan, keberadaan pasir itu diketahui setelah tim menerjunkan sejumlah peralatan ke lokasi terpendamnya Watu Gong. Peralatan modern itu seperti drone, stabilizer, GPS, jangka sorong, digital meter, geolistrik, dan sebagainya.

"Kami menemukan adanya bahan perekat bangunan atau semen purba dan campuran pasir putih atau pasir laut pada batu olahan penyusun candi. Ini menjadi pertanyaan besar dari mana asal pasir tersebut? Apakah ketika itu pasir laut sengaja didatangkan ke wilayah Wonosobo untuk ’pabrik’ pengolahan batu, atau apakah bahan tersebut hanya ada di Situs Watu Gong saja,” kata Agustin, Kamis (16/11/2017).

Baca Juga : Menyingkap Misteri Kapal VOC yang Karam dalam Perjalanan ke Batavia

Menurutnya, penelitian ini sekaligus sebagai upaya untuk membuktikan sebuah hepotesis yang menyatakan situs Watu Gong sengaja dipendam di dalam tanah. Hepotesis ini telah dipercaya masyarakat sejak lama. Namun butuh kajian lebih dalam lagi untuk membuktikannya.

"Dari penelitian ini kami ingin membuktikan hipotesis tentang bangunan situs yang sengaja dipendam,” tutur Aryani.

Proses penggalian situs Watu Gong Wonosobo oleh Tim Peneliti ITS, Kamis (16/11/2017).Dok Humas Pemkab Wonosobo Proses penggalian situs Watu Gong Wonosobo oleh Tim Peneliti ITS, Kamis (16/11/2017).

Tim peneliti yang terlibat dalam misi ini terdiri dari para ahli berbagai disiplin ilmu, seperti Teknik Elektro, Teknik Informatika, Teknik Industri serta Teknik Geofisika. Mereka juga dibantu oleh warga sekitarnya.

Agustin menceritakan, selama penelitian pihaknya juga berhasil mendeteksi adanya getaran listrik pada batuan dan tanah yang mampu menembus kedalaman sekitar 40 meter di bawah tanah. Getaran itu terdeteksi dari alat Geolistrik.

Selain itu, lanjutnya, tim juga menemukan adanya denah ruang simetris di situs yang diduga berusia ribuan tahun itu.

“Denah ruang simetris inilah yang dianggap sebagai pintu gerbang penelitian selanjutnya, di mana terdapat sandi-sandi menarik yang harus segera dipecahkan oleh para pakar peneliti dari lintas disiplin ilmu,” ungkap dia.

Di sisi lain, katanya, adanya penemuan-penemuan baru tersebut diharapkan menjadi stimulasi pada ahli dan stakeholder untuk terus mengkaji benda-benda bersejarah ini. Sebab, menurutnya situs Watu Gong masih menyimpan banyak misteri yang belum terpecahkan, termasuk usia situs ini.

“Pembacaan sejarah di Kabupaten Wonosobo harus segera dibenahi, karena bisa jadi kisaran usia batuan penyusun bangunan purbakala adalah lebih tua dari catatan-catatan sejarah yang telah ada dan menggunakan teknik-teknik modern untuk membangunnya,” tandasnya.

Baca Juga : ?Tangisan? Bayi Bintang Pecahkan Misteri Antariksa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com