Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulang ke Bumi, Otak Astronot Berubah, Apa yang terjadi?

Kompas.com - 07/11/2017, 18:06 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com –- Menjadi seorang astronot yang menjelajahi ruang angkasa merupakan pekerjaan yang istimewa, tetapi juga berisiko. Sepulangnya dari perjalanan ruang angkasa, para astronot rupanya mengalami perubahan pada struktur otak.

Hal tersebut diungkapkan oleh para peneliti yang memindai otak dari 34 astronot sebelum dan sesudah mereka menjalankan misi di luar angkasa.

18 astronot mengikuti misi jangka panjang yang rata-rata berdurasi selama enam bulan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), sedangkan sisanya pergi dalam misi jangka pendek yang rata-rata berlangsung selama dua minggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar astronot yang ikut dalam misi jangka pangjang mengalami pergeseran otak ke atas tengkorak mereka. Lalu, terjadi penyempitan ruang cairan serebrospinal (CSF) yang mengalir di antara otak dan penutup luarnya.

Gejala-gejala ini tidak terjadi pada astronot dengan misi jangka pendek.

Baca juga : Bermimpi Jadi Astronot? Begini Caranya

Selain itu, 94 persen astronot dengan misi jangka panjang mengalami penyempitan sulkus tengah otak, sebuah alur di dekat bagian atas otak yang memisahkan lobus frontal dan parietal. Sebaliknya, hanya 19 persen astronot yang ikut dalam penerbangan jangka pendek mengalami hal serupa.

Para astronot juga mengalami penurunan fungsi penglihatan dan pembengkakan piringan optik mata, serta tekanan di dalam tengkorak. Kondisi ini dikenal dengan “sindrom tekanan intrakranial gangguan penglihatan” atau sindroma VIIP.

"Perubahan yang telah kita lihat mungkin bisa menjelaskan gejala tidak biasa yang dialami oleh astronot yang kembali ke bumi," kata Dr. Michael Antonucci, seorang neuroradiologist di Universitas Kedokteran South Carolina (MUSC) seperti dikutip Live Science pada Rabu (1/11/2017).

Dia melanjutkan, penelitian ini mungkin juga akan dapat membantu mengidentifikasi isu-isu penting dalam perencanaan eksplorasi antariksa yang lebih lama, termasuk misi ke Mars

Baca juga : 8 Bulan Tinggal di Mars, Para Astronot Akhirnya Pulang Kampung

Sejauh ini, belum ada penjelasan utuh terkait penyebab terjadinya sindroma VIIP.

Namun, para peneliti berphipotesis bahwa pergeseran otak ke atas yang bersamaan dengan “kesesakan” jaringan di bagian atas otak menyebabkan penyumbatan arus CSF yang kemudian meningkatkan tekanan pada tengkorak dan mengakibatkan pembengkakan saraf optik.

Sayangnya, masih perlu banyak riset untuk membuktikan hipotesis tersebut dan menentukan apakah perubahan ini bersifat permanen.

Para peneliti berharap agar hasil riset mereka dapat membantu memahami efek perjalanan ruang angkasa dan menciptakan cara yang lebih aman untuk mencari rumah baru bagi manusia.

"Paparan terhadap lingkungan ruang angkasa memiliki efek permanen pada manusia yang tidak kita mengerti," kata Donna Roberts.

"Apa yang dialami oleh para astronot di ruang angkasa harus dimitigasi untuk menghasilkan perjalanan luar angkasa yang lebih aman," sambungnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau