Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/09/2017, 08:07 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Penerbitan sertifikat kompetensi dan rekomendasi izin praktik dokter yang sebelumnya dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendapat gugatan dari 32 dokter.

Mereka mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal 1 angka 4, angka 12, dan angka 13, serta Pasal 14 ayat (1) huruf a dan pasal 38 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

Pemohon merasa dirugikan karena adanya batasan hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat terkait dengan organisasi profesi bagi dokter. Sebab, tak ada organisasi profesi kedokteran lain selain IDI.

Kewenangan IDI sebagai lembaga profesi tunggal dikritisi oleh keterangan ahli dan saksi yang dihadirkan pemerintah. Sebelumnya, pada sidang di MK, Rabu (2/8/2017), Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai IDI telah melakukan monopoli, yakni sebagai pembuat dan pelaksana regulasi di bidang kedokteran.

“Dalam perspektif kenegaraan, hanya lembaga negara yang punya kewenangan monopoli. Itu pun tetap memerlukan proses check and balances,” kata Refly.

Menurut dia, IDI tidak dapat menjadi satu-satunya organisasi profesi kedokteran. Refly merujuk pasal 1 angka 20 Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang tidak menyebutkan secara spesifik IDI sebagai organisasi profesi. “Artinya, memungkinkan untuk lahir organisasi profesi (kedokteran) di luar IDI,” kata Refly.

Dalam persidangan ke-12 di MK, saksi ahli Reno Refly dari New York University mengatakan, dalam suatu negera, organisasi profesi tidak bisa terpecah menjadi beberapa organisasi. Untuk itu, secara perilaku organisasi, uji materi yang diajukan pemohon tidaklah tepat.

“Jawaban saya sebagai ahli organisazional behaviour adalah sangat penting kalau satu negara itu punya standar kompetensi yang mencakup pendidikan profesi dan sains atau keilmuwan,” kata Reno dalam persidangan di MK, Rabu (27/9/2017).

Menurut Reno, bila terdapat lebih dari satu organisasi kedokteran, maka akan membuat kebingungan tersendiri di masyarakat. Tidak menutup kemungkinan adanya standar ganda yang diciptakan oleh lebih dari satu organisasi profesi.

Selain itu, profesi pendidikan dan riset harus menjadi satu kesatuan. Dengan demikian, tercipta saling ketergantungan yang akan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.

“Kalau pendidikan itu dilepaskan dari satu organisasi, pendidikan itu akan tidak terpakai. Jadi, tidak akan menjawab realitas yang ada di lapangan. Artinya, dokter tidak punya arahan tentang teori yang terus dikembangkan. Kalau ada lebih dari satu, masyarakat ada kepercayaan dalam kompetensi mana yang dipilih,” kata Reno.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com