KOMPAS.com -- Anda mungkin pernah mengalami telinga yang tiba-tiba berdengung. Saat itu terjadi, sebagian masyarakat percaya bahwa telinga yang berdengung merupakan tanda bahwa Anda sedang digosipkan oleh orang lain. Namun, nyatanya sains berbicara lain.
Para peneliti dari University Illinois mengungkapkan bahwa dengung di telinga atau tinnitus berhubungan dengan perubahan jaringan tertentu pada otak.
Menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), para peneliti mencari pola pada fungsi dan struktur otak. Ternyata, tinnitus terjadi di wilayah otak yang disebut dengan precuneus.
(Baca juga: Ketakutan Cuma Produk Otak, Kita Bisa Menghapusnya jika Mau)
Precuneus terhubungan dengan dua jaringan yang memiliki fungsi berlawanan: jaringan atensi dorsal yang aktif saat ada sesuatu yang menarik perhatian seseorang dan jaringan mode standar yang merupakan fungsi “latar belakang” otak saat beristirahat dan tidak memikirkan sesuatu secara khusus.
“Ketika jaringan mode standar aktif, jaringan atensi dorsal tidak aktif, dan sebaliknya. Kami menemukan bahwa precuneus pada pasien tinnitus tampaknya berperan dalam hubungan tersebut,” kata Sara Schmidt, mahasiswa pascasarjana dalam program sains otak dan salah satu peneliti.
Dalam publikasinya di jurnal NeuroImage: Clinical, para periset menemukan bahwa pada pasien dengan tinnitus kronis, precuneus lebih terhubung ke jaringan atensi dorsal. Hubungan itu semakin meningkat seiring meningkatnya dengung tinnitus.
“Ini juga menyiratkan bahwa pasien tinnitus tidak benar-benar istirahat, bahkan saat beristirahat. Ini bisa menjelaskan mengapa banyak laporan (pasien) yang merasa semakin kelelahan,” kata pemimpin studi Fatima Husain, seorang profesor ilmu kemampuan berbicara dan pendengaran di University of Illinois.
(Baca Juga: Merasa Pelupa? Mungkin Itu Gejala Anda Bertambah Pintar)
“Selain itu, perhatian mereka lebih banyak diarahakan kepada tinnitus sehingga sering mengalami masalah gangguan konsentrasi,” ujarnya lagi.
Akan tetapi, pasien yang baru terkena tinnitus tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam konektivitas precuneus. Gejala ini menarik para peneliti untuk menemukan kapan dan bagaimana perubahan dalam konektivitas otak dimulai, serta kemungkinan pencegahan yang dapat dilakukan.
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada pasien yang baru-baru ini mengalami tinnitus, jadi langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian jangka panjang untuk mengikuti seseorang yang baru mengalami tinnitus dan melihat kapan perubahan precuneus mulai terjadi," kata Schmidt.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.