Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batu "Berkarat" Buktikan Bagian Dalam Bulan Kering Kerontang

Kompas.com - 24/08/2017, 07:06 WIB

KOMPAS.com -- Bulan kemungkinan sangat kering di bagian dalamnya, menurut sebuah studi baru dari para peneliti di Scripps Institution of Oceanography di University of California San Diego. Penelitian ini diterbitkan pada tanggal 21 Agustus 2017 dalam Proceedings of the National Academy of Sciences.

Pertanyaan mengenai kelembaban bulan sangatlah penting, karena jumlah air, elemen, dan senyawa volatil lainnya yang mudah menguap memberi petunjuk pada sejarah bulan dan bagaimana pembentukannya.

"Ini adalah pertanyaan besar, apakah bulan itu basah atau kering. Mungkin kelihatannya sepele, tetapi sebenarnya sangat penting," kata James Day, ahli geokimia di Scripps Institution of Oceanography dan penulis utama studi yang didanai oleh Program NASA Emerging Worlds.

(Baca juga: Di Balik Muka Kering Kerontangnya, Bulan Menyimpan Air)

"Jika bulan kering, seperti yang telah kita pikirkan selama 45 tahun terakhir sejak misi Apollo, ini akan konsisten dengan pembentukan bulan dalam semacam peristiwa berdampak dahsyat yang membentuknya," ujar Day.

“Hasil dalam makalah ini menunjukkan bahwa bulan terbentuk dengan kondisi yang sangat panas, layaknya samudera magma,” Day menambahkan.

Day dan rekan penulisnya percaya bahwa kondisi bulan ketika terbentuk sangatlah panas, sehingga air, atau senyawa dan unsur lain yang mudah menguap di bawah kondisi bulan—seperti seng—akan menguap sangat awal.

Ketika mereka menemukan Rusty Rock—sebuah batu yang dikumpulkan dari permukaan bulan selama misi Apollo 16 pada tahun 1972—dan menganalisis fragmennya, Day mengungkapkan bahwa batu tersebut merupakan satu-satunya batu dari bulan yang memiliki karat di permukaan luarnya.

Implikasi dari Rusty Rock telah membingungkan para ilmuwan untuk waktu yang lama. Air adalah salah satu bahan penting dalam pengkaratan. Pertanyaannya: dari mana asal air itu? Beberapa berspekulasi bahwa air itu terrestrial. Namun tes lebih lanjut menunjukkan bahwa batu dan karatnya berasal dari dalam bulan.

Analisis kimia baru oleh Day dan timnya yang diterapkan pada Rusty Rock mengungkapkan bahwa komposisi batu konsisten dengan kondisi bagian dalam bulan yang sangat kering. "Ini sedikit paradoks," ujar Day. "Ini adalah batu basah yang berasal dari bagian dalam bulan yang sangat kering," tambahnya.

Gambar cahaya terpolarisasi silang (bidang pandang 0,07mm) sebagian bagian dalam Rusty Rock mencairkan breksi. Mineral abu-abu adalah butiran plagiokla, dan biji-bijian berwarna cerah adalah butiran pyroxene.NASA Gambar cahaya terpolarisasi silang (bidang pandang 0,07mm) sebagian bagian dalam Rusty Rock mencairkan breksi. Mineral abu-abu adalah butiran plagiokla, dan biji-bijian berwarna cerah adalah butiran pyroxene.

Day menemukan bahwa karat di Rusty Rock penuh dengan isotop seng yang lebih terang, yang berarti produk dari seng tersebut mungkin mengental di permukaan bulan setelah menguap selama periode panasnya formasi bulan.

"Seng adalah elemen yang mudah menguap, sehingga sedikit bereaksi seperti air di bawah kondisi formasi bulan," kata Day. "Ini seperti awan yang terbentuk dari lautan; awan yang kaya akan isotop oksigen ringan, dan samudera yang kaya akan isotop oksigen berat,” jelasnya.

Dengan cara yang sama, katanya, bagian dalam bulan kehabisan isotop cahaya dan elemen yang mudah menguap, sehingga harus diperkaya dengan isotop berat. Itu artinya, bagian dalam bulan bersifat kering.

"Saya pikir Rusty Rock sudah lama terlihat sebagai sesuatu yang membuat penasaran. Namun kenyataannya, ini memberi tahu kita sesuatu yang sangat penting tentang interior bulan," kata Day.

(Baca juga: Ramai-ramai Menambang di Bulan)

"Batu-batu ini adalah hadiah yang selalu memberikan sesuatu, karena setiap kali Anda menggunakan teknik baru, batu-batu tua yang dikumpulkan oleh Buzz Aldrin, Neil Armstrong, Charlie Duke, John Young, dan pelopor astronot Apollo, akan memberikan wawasan indah kepada Anda,” Day menjelaskan.

Namun, wawasan yang telah dipetik Day dari satu artefak bulan justru bertentangan dengan hasil yang baru-baru ini diterbitkan di publikasi lain. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada 24 Juli 2017 di Nature Geoscience, para ilmuwan dari Brown University menganalisis deposit kaca yang ditemukan di permukaan bulan. Mereka menyimpulkan bahwa kehadiran air di deposit ini menunjukkan interior bulan yang sebenarnya basah.

Meskipun begitu, Day tetap skeptis pada hasil penelitian tersebut. "Studi mereka mengatakan bahwa semua deposit butiran kaca pada permukaan bulan adalah 'basah', yang merupakan pengamatan besar. Namun, mereka tidak dapat menjelaskan mekanisme pembentukannya," katanya.

Salah satu mahasiswa PhD Day, Carrie McIntosh, saat ini sedang mengerjakan karyanya sendiri tentang butiran kaca dan komposisi simpanannya. "Ke sanalah penelitian kami selanjutnya," kata Day. "Sepertinya ini merupakan langkah logis berikutnya untuk mencoba memecahkan masalah ini."

Artikel ini sudah pernah tayang sebelumnya di National Geographic Indonesia dengan judul: Bukan Basah, Batu “Berkarat” Ini Buktikan Bagian Dalam Bulan Bersifat Kering

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com