Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/08/2017, 21:50 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com –- Berita palsu atau hoax tak selamanya berdampak buruk. Pada awal manusia menjelajahi Bumi, hoax berperan dalam meningkatkan keselamatan hidup manusia.

“Secara evolusioner, manusia bisa bertahan karena hoax. Makin mengancam, hoax itu semakin dipercaya,” kata dokter spesialis bedah saraf dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, Tangerang, Selasa (22/8/2017).

Saat nenek moyang manusia melihat semak yang bergerak, misalnya, situasi terancam pun muncul. Imajinasi lalu merespons dengan membentuk sosok predator. Tanpa mengonfirmasi lebih dulu, langkah seribu pun langsung ditempuh demi menghindari menjadi santapan pemangsa.

(Baca juga: Sanggup Deteksi "Hoax" Pertanda Memori Tajam)

Sebaliknya, manusia yang memilih untuk mengonfirmasi, kemungkinan nyawa selamat menjadi lebih kecil.

“Tanpa lihat langsung ada harimau atau tidak itu kan hoax. Makin lama, dalam perjalanan evolusi, orang-orang dengan otak konspiratif itu lebih gampang hidup dari pada orang yang ingin tahu terus,” kata Roslan.

Maka, orang yang mempercayai hoax dapat meneruskan keturunannya dan meneruskan sifat mudah percaya. Dengan demikian, manusia yang selalu ingin tahu lebih sedikit hidup di bumi.

“Itu berjalan secara sains, kenapa lebih banyak orang yang penggemar hoax daripada yang tidak. Makin mengancam hoax, makin gampang diterima,” ucap Ruslan.

(Baca juga: Media Sosial Ternyata Justru Memicu Kecemasan)

Kini, situasi sudah berbeda. Manusia tak lagi hidup di alam bebas, tetapi hoax masih berkembang di masyarakat. Penyebarannya bahkan menjadi lebih mudah dengan adanya perkembangan teknologi, seperti media sosial berperan.

Jika Anda menjadi salah satu anggota grup WhatsApp misalnya, tak sekali informasi hoax mengenai kesehatan tampil dan terlihat begitu meyakinkan. Salah satu contohnya adalah informasi mengenai penyakit stroke yang untuk pertolongan pertamanya, seseorang dianjurkan menusuk jari penderita stroke dengan jarum.

“Ditusuk-tusuk jarum itu tidak ada ilmiahnya sama sekali," ujar Roslan.

Dia melanjutkan, (lalu) kalau bilang kemoterapi bikin orang makin sakit, itu bisa pengaruh ke nyawa seseorang. Memang prosesnya menyakitkan, tapi kalau orang menghentikan kemo kan bisa meninggal jadinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com