KOMPAS.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberikan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) 2017 kepada inovator kendaraan Fin Komodo, Ibnu Susilo.
Tim juri dari berbagai instansi yang dipimpin BPPT menilai, Fin Komodo memberikan dampak luas kepada masyarakat dan industri.
“Mobil nasional offroad utility vehichle ini perancangannya menggunakan metodologi pesawat terbang. Hasilnya berbobot ringan namun sangat kokoh di medan ekstrim,” kata kata Kepala BPPT Unggul Priyanto di kediaman BJ Habibie, Jakarta Selatan, Selasa (15/8/2017).
Kriteria penilai pemenang BJHTA ke-10 didasarkan pada sejumlah asas inovasi, dari nilai penemuan, kreatif, efisien, efektif, nilai tambah dan sepuluh poin kriteria penilaiannya lainnya. Dampak terhadap industri teknologi juga menjadi syarat dalam penilaian.
Baca Juga: Kenapa Indonesia Tak maju-maju dalam Sains dan Teknologi?
Dalam pembuatannya, PT Fin Komodo Teknologi mencapai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 90 persen. Untuk itu, diharapkan Fin Komodo dapat memberikan sumbangan terhadap industri teknologi dalam negeri.
Hingga kini, PT Fin Komodo melibatkan 42 usaha kecil menengah dalam proses produksi.
Fin Komodo merupakan kendaraan offroad untuk daerah minim insfrastruktur, seperti di hutan, pedesaan, perkebunan, pertambangan, serta daerah tertinggal.
Ketika melaju di hutan, Fin Komodo dapat menempuh 100 Km dalam rentang waktu 6-7 jam. Bahan bakar yang dipakai untuk jarak itu hanya 5 liter, seperempat dari kapasitasnya yang sebesar 20 liter.
Mobil tersebut juga dapat berfungsi sebagai kendaraan perintis untuk membuka jalan. Medan berlumpur dan kemiringan 45 derajat pun dapat dilalui dengan mudah.
“Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke. Daratan yang ada infrastukturnya tidak lebih dari 5 persen. Sisanya medan offroad. Mereka kehidupannya juga sama tapi enggak ada kendaraannya. Yang ada sekarang adalah kendaraan kota yang didesakan, bukan kendaraan khusus yang desa,” kata Ibnu.
Baca Juga: Inovasi Bertanggung Jawab dalam Konteks Indonesia
Menerangkan tentang pembangunan teknologi di dalam negeri, Ibnu mengatakan, pembangunan industri teknologi ibarat budaya. Prosesnya harus dilakukan secara bertahap sehingga butuh waktu tak sebentar agar industri teknologi berusia dewasa.
“Kita bukan membangun pabrik yang industrinya ada di luar negeri kita pindahkan ke sini. Kalau seperti itu tiga tahun bisa produksi. Tapi artinya devisa kita tersedot. Kita sebagai konsumen, produsennya insinyur di luar negeri,” ujar Ibnu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.