Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kendi" Roket China, Kenapa Baru Jatuh 10 Tahun Setelah Peluncurannya?

Kompas.com - 18/07/2017, 21:45 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

KOMPAS.com – Jalan di Jorong Kubu Nagari, Sumatera Barat, kejatuhan benda serupa kendi besar pada pukul 09.07 WIB pada WIB.

Setelah dikonfirmasi ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), benda itu merupakan tabung hydrazine yang menjadi tabung bahan bakar roket Chang Zheng 3-A.

Roket milik China itu mengantarkan satelit navigasi Beidou M1 pada April 2007. Beidou sendiri merupakan bagian dari Compass Navigation System, dikembangkan untuk memberi informasi soal lokasi, waktu, dan kecepatan yang lebih tepat kepada pengguna alat komunikasi.

Baca Juga: "Kendi" Seberat 7,4 Kg Jatuh dari Langit, Ini Penjelasan LAPAN?

Yang mungkin jadi pertanyaan, mengapa roket yang telah diluncurkan 13 April 2007 silam itu baru jatuh hari ini alias 10 tahun kemudian?

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin mengatakan, roket Chang Zheng 3-A memiliki orbit yang lonjong dengan ketinggian 10.000 Km. Setelah sampai di orbit, benda itu mengelilingi Bumi.

Saat berada pada ketinggian 10.000 km, gravitasi bumi tak begitu bekerja. Bagian roket itu mengorbit bumi seperti halnya satelit dan benda langit kecil lainnya. Jadi memang tak setiap benda yang ada di sekitar bumi akan langsung jatuh turun.

Penurunan ketinggian bagian roket itu, menurut Thomas, terjadi karena pengaruh gesekan. Makin lama, orbit puing itu akan makin rendah. "Itu yang menyebabkan 10 tahun baru jatuh," ungkapnya ketika dihubungi Kompas.com, hari ini.

Pada ketinggian 120 km, sebuah obyek tak bisa lagi mengelak dari gravitasi bumi. "Dia masuk ke atmosfer padat dan jatuh," katanya.

Baca Juga: Ternyata, "Kendi" yang Jatuh dari Langit Itu Tangki Bahan Bakar Roket

Thomas mengatakan, seluruh benda yang mengorbit bumi selalu melintasi ekuator. Dalam satu kali orbit, benda antariksa melintasi ekuator dua kali pada titik yang berseberangan.

Oleh karena itu, kemungkinan jatuhnya sampah antariksa di ekuator menjadi lebih tinggi.

“Jatuhnya bisa di mana pun di permukaan bumi. Karena inklinasinya 54 derajat dan wilayah ekuator menjadi wilayah yang selalu dilewati oleh obyek yang mengorbit bumi, maka dia bisa jatuh di Indonesia,” ujar Thomas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau