KOMPAS.com -- Dalam wawancara bersama Nova 1 Juni 2017, Yana Zein pernah berkata bahwa penyakit kanker tidak dapat diprediksi kehadirannya. "Kita harus selalu lakukan (pola hidup sehat) ya, tapi kanker itu kita tidak bisa prediksi. Kanker itu ada di badan kita, mungkin pada saat tubuh kita lemah, kanker itu menyerang kita," ungkapnya.
Yana benar. Studi yang dipublikasikan pada tahun 2015 dan 2017 menyebutkan bahwa “nasib buruk”, daripada gen dan faktor lingkungan, lebih berpengaruh pada terjadinya kanker.
Ketika pertama kali dipublikasikan pada tahun 2015, studi tersebut sempat membuat kehebohan karena dianggap menyiratkan bahwa usaha pencegahan apa pun tidak akan ada gunanya.
Pada tahun ini, para peneliti yang sama kembali mempublikasikan penemuan mereka dengan memperluas data menjadi rekaman kesehatan dari 69 negara dan mengoreksi kesalahpahaman yang terjadi.
Digagas oleh Dr Bert Vogelstein, pakar biologi kanker dari John Hopkins University, bersama kolega, penelitian ini menkonklusikan bahwa 66 persen dari mutasi genetik yang menyebabkan kanker muncul karena kesalahan acak yang terjadi ketika sel yang sehat membelah diri dan menyalin DNA.
(Baca juga: Mengenal Gejala Kanker Serviks yang Diderita Julia Perez)
Walaupun demikian, bukan berarti bahwa pencegahan dengan hidup sehat sama sekali tidak ada gunanya. Vogelstein berkata bahwa menyadari adanya peran kesalahan acak dapat memberikan penghiburan kepada jutaan pasien yang terkena kanker, walaupun telah hidup sehat seperti Yana.
“Hal ini terutama sangat penting bagi orangtua yang anaknya terkena kanker. Mereka mungkin menyalahkan gen yang diturunkan atau lingkungan yang mereka ciptakan,” ucapnya seperti yang dikutip dari Scientific American 24 Maret 2017.
Seperti studi sebelumnya, studi yang dipublikasikan pada tahun 2017 ini kembali membandingkan jumlah kanker yang terjadi di 69 negara dengan frekuensi pembelahan sel pada jaringan-jaringan tubuh seperti paru-paru, tulang, dan sebagainya.
Mereka menemukan bahwa semakin sering sel pada satu jaringan membelah, kemungkinan terjadinya kanker pun semakin tinggi. Sebagai contoh adalah kanker pada usus besar yang terjadi pada 5 persen pasien, sel pada jaringan ini sering membelah. Sebaliknya, sel pada usus kecil jarang membelah dan kemungkinan terjadinya kanker pada area ini hanya 0,2 persen.
Para peneliti kemudian menganalisa data dari Inggris untuk mengetahui penyebab kesalahan mutasi pada pasien kanker. Menggunakan kalkulasi matematika, mereka menempatkan penyebabnya menjadi tiga kategori: lingkungan, keturunan, atau kesalahan acak.
“Ini adalah pertama kalinya seseorang melihat proporsi mutasi pada kanker dan menempatkan mereka dalam tiga kategori,” kata penulis studi tersebut, Cristian Tomasetti yang juga pakar matematika dari John Hopkins University.
Secara umum, para peneliti menemukan bahwa kesalahan acak pada penyalinan DNA ternyata menyebabkan 66 persen dari mutasi, sementara 29 persen sisanya adalah faktor lingkungan, dan hanya lima persen yang disebabkan oleh keturunan.
Namun, proporsi ini bisa berubah-ubah tergantung jenisnya. Menurut kalkulasi mereka, setidaknya 60 persen mutasi dari kanker kulit dan paru-paru disebabkan oleh lingkungan. Angka tersebut, 45 persen lebih besar daripada kanker pada prostat, tulang, otak, dan payudara.
(Baca juga: Biopsi Memperparah Kanker, Mitos atau Fakta?)
Berdasarkan proporsi tersebut, para peneliti kemudian mengakui adanya perbedaan dari mutasi yang menyebabkan kanker dan kemungkinan dicegahnya sebuah penyakit kanker.
Tomasetti menyebutkan, sebagai contoh adalah kanker paru-paru. Walaupun 65 persen mutasinya terjadi secara acak, tetapi 89 persen dari kasus kanker paru-paru bisa dicegah dengan tidak merokok.
Hal ini karena walaupun dua per tiga penyebab sebuah penyakit kanker adalah kesalahan mutasi, tetapi bila satu per tiga sisanya adalah zat karsinogen, maka menghindari zat tersebut akan mencegah terjadinya kanker.
Akan tetapi, kritikus studi ini, termasuk Ross Prentice dari Fred Hutchinson Cancer Center di Seattle, berkata bahwa lingkungan bisa menjadi penentu terjadinya kanker yang lebih besar.
Pakar statistik kanker ini berkata bahwa faktor-faktor seperti tingkat inflamasi, insulin, dan obesitas yang dipengaruhi oleh lingkungan dapat menyebabkan terjadinya mutasi sel yang berbahaya. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut tidak muncul pada analisa gen yang dilakukan oleh studi ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.