Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Cara Air Terjun Darah di Antartika Keluar dari Penjaranya

Kompas.com - 06/05/2017, 15:43 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, ketika Gletser Taylor melingkupi Antartika, sebuah danau kecil berisi air garam terperangkap di bawahnya.

Tanpa jalan keluar, kadar garam dalam danau tersebut menjadi semakin terkonsentrasi hingga airnya menjadi terlalu asin untuk membeku.

Air pada danau yang semakin tertekan kemudian menggerus zat besi dari bebatuan yang berada di dasarnya dan ketika berhasil keluar, zat tersebut beroksidasi dengan udara dan menyebabkan warnanya berubah menjadi merah seperti darah.

Air terjun ini adalah Blood Falls yang berarti Air Terjun Darah di Antartika.

(Baca juga: Danau-danau Cantik Bermunculan di Antartika, Pertanda Buruk bagi Dunia)

Walaupun para peneliti telah mengetahui penyebab warnanya menjadi merah, tetapi satu pertanyaan masih tersisa: bagaimana air yang berada di bawah gletser tersebut bisa mengalir dan keluar sebagai air terjun?

Sebuah penemuan terbaru oleh sekelompok peneliti asal University of Alaska Fairbanks akhirnya berhasil menjawab pertanyaan ini.

Menggunakan metode radar yang dinamakan dengan radio echo-sounding (RES), para peneliti menginvestigasi gletser berusia 1,5 juta tahun yang berdiri di atas aliran air tersebut.

“Garam pada air membuat kontras dengan es gletser baru semakin terlihat,” kata pemimpin utama penelitian, Jessica Badgeley dari Colorado College.

Tim peneliti tersebut menggerakan antena radar RES di atas gletser dalam bentuk kotak-kotak untuk mendapatkan gambaran mengenai apa yang berada di bawah es.

(Baca juga: Geolog Indonesia Akan ke Antartika untuk Menguak Evolusi Bumi)

Ternyata, Gletser Taylor menyembunyikan jaringan celah yang mengandung air garam dan setelah mengikuti jaringan tersebut sejauh 300 meter, para peneliti mencapai titik tertinggi dari air terjun berdarah.

Celah tersebut, dikombinasikan dengan kadar garam yang membuat air merah tidak mudah membeku, membantunya bergerak menyusuri gletser hingga keluar menjadi air terjun.

“Meskipun terdengar aneh, air sebenarnya melepaskan panas ketika membeku dan panas tersebut menghangatkan es di sekitarnya yang lebih tinggi,” kata pakar gletser Erin Pettit yang ikut meneliti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com