Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Fakta Mengejutkan Seputar Komodo

Kompas.com - 04/05/2017, 17:07 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Dalam artikel sebelumnya, Kompas.com telah mengulas mengenai mitos terbesar komodo. Banyak yang mengira air liur hewan ini mengandung bermacam-macam bakteria mematikan karena memakan bangkai. Namun, ternyata fakta berkata lain.

(Baca juga: Bisa Membunuh Kerbau, Seberapa Berbahayakah Air Liur Komodo?)

Kini, mari kita melihat delapan fakta unik lainnya mengenai naga terakhir di bumi ini.

1. Berasal dari Australia

Meski kini hanya ditemukan di pulau Komodo, Indonesia, dan sekitarnya, binatang ini sebenarnya berasal dari Australia.

Hal tersebut dibuktikan oleh sekelompok peneliti yang menemukan fosil-fosil komodo berusia 300.000 hingga 4 juta tahun yang lalu di bagian timur Australia. Mereka pun memperkirakan bahwa binatang tersebut menyebar dan mencapai pulau Flores sekitar 900.000 tahun yang lalu.

Seorang profesor paleontologi, Tim Flannery dari Macquarie University di Sydney berkata bahwa hilangnya komodo dari Australia terjadi sekitar 50.000 tahun yang lalu ketika manusia tiba di benua tersebut.

3. Bisa membunuh kerbau

Dengan panjang yang bisa mencapai 3,13 meter dan 166 kilogram, komodo jauh dari kata kecil. Binatang ini bahkan mampu membunuh rusa, babi hutan, dan kerbau.

Sebagai predator yang berbahaya, seekor komodo akan menyamarkan dirinya, menunggu mangsa untuk lewat, dan menyergap tiba-tiba untuk meninggalkan gigitan yang mematikan.

4. Hanya perlu makan sebulan sekali

Komodo bisa bertahan hidup dengan hanya makan sebulan sekali. Namun, mereka mampu menelan mangsa yang mencapai 80 persen dari berat badannya, seperti kambing.

Setelah makan, seekor komodo akan berjemur di bawah matahari untuk mempercepat metabolismenya yang lambat. Lalu, ketika selesai mencerna, dia akan memuntahkan pelet lambung berisi rambut, tanduk, gigi, dan sisa-sisa makanan lainnya.

5. Pemakan bangkai

Walaupun bersifat predator, komodo lebih sering memakan bangkai daripada berburu. Mereka bahkan dapat mendeteksi bangkai yang 10 kilometer jauhnya dan sering kali menggali kembali mayat yang baru saja dikubur.

Alhasil, masyarakat setempat pun memindahkan kuburan mereka dari tanah berpasir menjadi tanah liat yang ditumpuki batu.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com