Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

200 Tahun Jadi Misteri, Makhluk Aneh Ditemukan dan Ketahuan Makan Gas

Kompas.com - 18/04/2017, 17:19 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Selama 200 tahun, cacing kapal menjadi makhluk misterius. Meskipun telah dideskripsikan secara ilmiah, tak satu pun ilmuwan yang menjumpainya dalam keadaan hidup di habitatnya.

Hingga tahun lalu saat melakukan riset ke Filipina, Daniel L Dustel dari Northeastern University melihat wujud makhluk tersebut dalam video Youtube.

Berbekal gambar latar video, ia lantas bertanya kepada ilmuwan lokal tentang kemungkinan lokasi cacing yang panjangnya mencapai 1,5 meter itu berada dan akhirnya menemukan di pedalaman Mindanao.

Lewat publikasinya di Proceedings of the National Academy of Sciences pada Senin (17/4/2017), ia mengungkap bahwa cacing kapal itu lebih aneh dari dugaan.

Baca juga: Katak Baru dari Sulawesi Mengejutkan Dunia karena Bisa Melahirkan

Pertama, meski berbentuk menyerupai cacing, makhluk itu terbukti tak bisa dikatakan cacing sama sekali. Hewan tersebut malah masuk golongan hewan lunak, sebangsa dengan kerang.

Dengan panjang setara kasur twin, hewan dengan nama ilmiah Kuphus polythalamia itu bisa dikatakan sebagai remis terpanjang di dunia.

Kedua, tak seperti cacing kapal lain yang memakan kayu, remis yang diyakini juga hidup di wilayah Indonesia ini memakan gas!

Ketiga, mulut dan saluran pencernaan hewan itu kecil saking tak pernah digunakan. Tapi, insangnya luar biasa besar, jauh lebih besar dari hewan yang segolongan.

Dustel dan timnya meneliti insang itu dan menemukan kenyataan mengejutkan. Organ itu dipenuhi bakteri pemakan hidrogen suldifa.

Baca juga: Makhluk Unik Punya Tujuh Jenis Kelamin

Temuan bakteri pemakan hidrogen sulfida itu membuktikan adanya simbiosis yang memungkinkan bakteri mendapatkan tempat hidup dan K polythalamia mendapatkan nutrisi.

Bakteri mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfat, bentuk senyawa yang bisa dimanfaatkan K polythalamia sebagai sumber energi.

"Ini adalah salah satu bentuk evolusi konvergen (evolusi pada jenis yang jauh berbeda dan berlangsung mandiri untuk bisa menyesuaikan diri pada habitat tertentu)," kata Distel seperti dikutip Newsweek pada Senin.

Kemampuan bekerja sama dengan bakteri bernama 2141T menjadi kunci K polythalamia bertahan hidup dan tumbuh raksasa. Hewan itu tak perlu mencari mangsa sebab berenang saja sudah bisa mendapatkan nutrisi.

Tahun 2000, Distel pernah punya hipotesis bahwa makhluk-makhluk yang hidup di ventilasi hidrotermal bekerjasama dengan bakteri pemakan sulfur. Temuan ini mendukung hipotesis tersebut.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com