Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/03/2017, 15:55 WIB

Sulaiman Hamid tak kuat menghadapi kenyataan dirinya harus menjalani cuci darah atau hemodialisa dua kali sepekan. Ia trauma atas apa yang terjadi dan dialami kakaknya dulu. Karena kondisinya memburuk, ia pun mau menjalani cuci darah.

Minggu lalu, Sulaiman terjatuh. Pria berusia 59 tahun, warga Cinere, Depok, Jawa Barat, itu tak henti-hentinya batuk sejak siang sampai malam hari. Ia pun dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu.

Meski terkena penyakit ginjal kronis, ia tak bersedia menjalani hemodialisa. Minggu (5/3) kondisi Sulaiman memburuk. Ia lemas. Akhirnya, ia mau menjalani hemodialisa agar kondisinya membaik.

Sebenarnya, ia mengetahui didiagnosis terkena penyakit ginjal kronis stadium V sejak pertengahan tahun 2016. Dua ginjalnya tak berfungsi optimal. Vonis itu mengharuskan Sulaiman menjalani hemodialisa atau cuci darah dua kali seming-gu. Namun, ia memilih menjalani terapi herbal.

Sulaiman trauma. Pengalaman mendampingi kakaknya cuci darah dulu memberi kesan buruk. Menurut dia, tiap kali cuci darah, kakaknya kesakitan. Kakaknya juga menjalani amputasi karena diabetes melitus.

Penyakit ginjal adalah kelainan yang mengenai organ ginjal yang timbul akibat berbagai faktor risiko. Penyakit ginjal kronis yang dialami Sulaiman biasanya timbul perlahan dan menahun.

Sejumlah faktor risiko penyakit ginjal kronis adalah hipertensi, diabetes melitus, terus mengonsumsi obat analgesik, radang ginjal kronis, dan usia. Di fase awal, penyakit itu terabaikan karena tak ada gejala khas.

Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Dharmeizar menjelaskan, penyakit ginjal kronis tak hanya memicu gangguan pada ginjal. Penyakit ginjal kronis juga meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular 10-20 kali lebih besar. Bahkan, komplikasi kardiovaskular terjadi sejak awal stadium penyakit ginjal kronis.

"Sekali kena penyakit ginjal, meski stadium I, fungsi ginjal tak bisa normal kembali. Stadiumnya akan terus naik. Hal yang bisa dilakukan ialah memperlambat progresivitas penyakitnya. Jadi pencegahan amat penting," kata Dharmeizar.

Penyakit ginjal kronis biasanya diukur dengan laju filtrasi glomerulus (LFG). Jika hasil pemeriksaan LFG menunjukkan di bawah 60/mililiter/1,73 m2 lebih dari tiga bulan, dikategorikan sebagai penyakit ginjal kronis meski tanpa bukti kerusakan ginjal.

Selain itu, ada bukti kerusakan ginjal tanpa indikator LFG menurun juga termasuk kategori penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis dibuktikan dengan ada kebocoran albumin dari ginjal ke urine, ada darah dalam urine, kelainan patologis, dan kelainan anatomis.

Thinkstockphotos Ilustrasi
Bisa dicegah

Faktor risiko penyakit ginjal kronis yang bisa dicegah ialah hipertensi dan diabetes melitus. Obesitas juga jadi faktor risiko tak langsung penyakit ginjal kronis. Obesitas bisa memperparah hipertensi dan diabetes melitus yang jadi faktor risiko langsung penyakit ginjal kronis.

Data Kementerian Kesehatan tahun 2013 menunjukkan, prevalensi penyakit ginjal kronis 0,2 persen, lebih banyak pada lelaki dan di perdesaan. Selain beban kesehatan, penyakit itu membebani secara ekonomi. Biaya gagal ginjal kronis ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Tahun 2015 mencapai Rp 2,68 triliun.

Sementara penghitungan Pernefri tahun 2006 menunjukkan, insiden penyakit gagal ginjal kronis 433 per juta penduduk dan 30,7 per juta penduduk di antaranya adalah stadium V.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com