Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan IDI Tolak Pendidikan Dokter Layanan Primer

Kompas.com - 11/01/2017, 16:59 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Program studi Dokter Layanan Primer (DLP) rencananya akan mulai dibuka di 17 Fakultas Kedokteran di beberapa Universitas di Indonesia. Meski begitu, rencana pemerintah itu ditolak oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Ketua PB IDI, Prof. Dr. dr Oetama Marsis, SpOG menilai, alasan diadakannya program DLP hanya berdasarkan asumsi. Selain itu, menurutnya dokter layanan primer sebenarnya sudah dipelajari para dokter keluarga.

"DLP itu 80 persen sudah ada di pendidikan dokter keluarga. Kalau DLP sebagai pogram studi baru, kontennya harus baru minimal 50-60 persen," kata Marsis dalam diskusi di kantor IDI, Jakarta, Rabu (11/1/2016).

Marsis mengatakan, pendidikan DLP hanya akan membuang-buang anggaran pemerintah.

Hal senada dikatakan Ketua Bidang Kajian dan Advokasi Kebijakan Pendidikan Kedokteran Masa Kini dan Mendatang PB IDI, Dr. Muhammad Akbar, Sp. S (K), Ph.D.

Akbar mengatakan, pendidikan kedokteran itu berkaitan dengan nyawa manusia sehingga harus dipikirkan dengan matang.

Menurut Akbar, untuk meningkatkan kompetensi dokter, lebih baik melalui program P2KB (Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berlanjut). Jadi, dokter yang telah lulus harus memperbaharui ilmunya dengan mengikuti P2KB.

"DLP itu salah sasaran. Dari pada buang uang Rp 10 triliun, mending kita bergandeng tangan bikin P2KB," kata Akbar.

Kementerian Kesehatan menyebutkan, program pendidikan DLP merupakan cara untuk meningkatkan kompetensi dokter sekaligus memperkuat layanan kesehatan primer.

Dengan begitu, DLP mampu memberikan layanan yang komprehensif, mulai pencegahan, deteksi dini, pengobatan, hingga rehabilitasi berorientasi keluarga dan masyarakat.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menegaskan, DLP bukan sebuah keharusan bagi setiap dokter, melainkan pilihan.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com