Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Ketika Teknologi Mengubah Gaya Hidup hingga Pola Edukasi

Kompas.com - 11/11/2016, 08:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBestari Kumala Dewi

KOMPAS.com - Jaman saya masuk Taman Kanak-kanak, bahkan sebelum itu, permainan sebatas hanya gerak fisik yang dirangkai dengan nyanyian, atau paling mentok jika duduk bersimpuh pun berupa permainan bekel – yang kini saya pahami sebagai jurus jitu rangsangan sinkronisasi gerak tangan dan mata yang memacu aktivitas otak.

Melihat gawai dan aneka permainan anak sekarang, saya kerap terpana norak. Nyanyian atau lagu tidak perlu keluar dari mulut si anak, karena mesin permainannya lah yang bernyanyi.

Ketika anak mulai gelisah berkeliaran dan melakukan berbagai stimulasi fisik dari memanjat hingga merobek halaman majalah, orangtuanya malah menyuruhnya duduk manis dan ia dibuat sibuk oleh gawai pinjaman ibunya.

Gawai yang sarat permainan elektronik atau gambar animasi kartun beresolusi tinggi dengan cahaya mencolok mata.

Saat teknologi belum seperti hari ini, orangtua mau tidak mau harus banyak bicara dan mencari tahu demi anaknya yang terus bertanya.

Komunikasi kontak mata dan bahasa tubuh yang langsung terjadi di depan mata, mengharuskan norma dan kesantunan yang masih berjalan seiring sambil pesan verbal disampaikan.

Tanpa disadari, edukasi tak tertulis terus berjalan dari hari ke hari. Edukasi tak tertulis belakangan saya sadari dengan istilah ‘soft skills’ yang merupakan kunci berbagai istilah kecerdasan di luar ‘kecerdasan intelegensia’ yang favorit itu.

Edukasi tak tertulis bukan hanya soal keterampilan berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga kemampuan menjalani banyak fase kehidupan yang tak mungkin tergantikan oleh teknologi.

Sebut saja tentang komitmen dan disiplin hidup sehat, tangguhnya mental untuk menjangkau hal-hal yang lebih besar, seperti peribahasa ‘Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian’.

 

Cara mudah, hasil ekspres

Oh, sekarang semuanya terbalik. Kalau mau tekanan darah, kolesterol, gula darah bagus, minum obat. Hasilnya ekspres.

Punya motor atau mobil buat nampang? Cukup dengan uang muka seadanya, besok bawa pulang. Bayar urusan belakang – kan bisa kredit.

Tidak heran hampir semua pasien lebih suka bertanya,”Bagaimana menghilangkan nyeri lutut?”, “Bagaimana agar cepat kurus?”, kurang lebih sama seperti ABG yang bertanya,”Bagaimana supaya cepat lulus kuliah?”

Pertanyaan-pertanyaan ajaib yang biasanya membuat kedua alis saya bertemu di tengah sambil terperangah menatap takjub.

Sementara yang bertanya semakin bingung, seakan tak ada yang salah dengan tubuh besar menindas lutut, tak ada yang salah dari satu gelas tinggi es kopi dengan krim karamel, begitupun si ABG yang bertanya basa-basi nyatanya sibuk dengan unduhan komik baru di gawainya sambil sesekali mengecek jejaring sosial media.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com