KOMPAS.com - Siapa sangka di balik namanya yang mengerikan, spesies setan tasmania (Sarcophilus harrisii) mampu menghasilkan sesuatu yang berharga bagi manusia.
Ilmuwan mengatakan, susu spesies masurpial karnivora itu mengandung senyawa ampuh yang berguna untuk membasmi bakteri dan jamur paling resisten.
Emma Peel, peneliti di Universitas Sydney, Australia, mengungkap, susu tasmania mengandung 6 jenis senyawa antijamur dan bakteri, sementara susu manusia hanya satu.
Sebuah tes mengungkap, senyawa dari setan tasmania bisa mengatasi bakteri mematikan golden staph (Staphylococcus aureus). Bakteri ini penyebab keracunan makanan dan pneumonia.
Komponen senyawa juga mampu membunuh Candida krusei, spesies ragi langka yang mematikan.
"Ini-ini benar menarik, kami menunjukkan bahwa peptida Tasmania mampu membunuh bakteri yang kebal terhadap obat," kata Peel seperti dikutip Science Alert Selasa (18/10/2016).
Setan Tasmania hanya ditemukan di Tasmania, Australia. Saat ini setan Tasmania terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah penyakit tumor muka setan tasmania (DFTD) yang menyerang spesies ini. Penyakit ini menular dan bisa menyapu bersih lebih dari 70 persen spesies.
Yang mengherankan, setan Tasmania itu tetap bisa bertahan walaupun telah terancam penyakit itu selama dua dekade. Padahal, pada saat lahir bayi-bayi setan Tasmania lahir tanpa jaringan imun primer dan tidak bisa mengembangakn antibodi sampai berusia 90 hari. Bayi-bayi setan Tasmania ini tetap bertahan meski harus hidup di kantong induk mereka yang penuh bakteri.
Peneliti menduga, peptida antimikroba yang terdapat dalam susu sang induk adalah kunci bertahan hidupnya setan Tasmania.
Dugaan itu benar. Setelah peneliti memindai genom Tasmania dan menganalisa struktur molekul susu, mendapati senyawa enam kali lebih efektif untuk melawan infeksi jamur dan anti-fungal.
Peneliti kini tengah menguji apakah peptida yang ditemukan aman digunakan oleh manusia. Dua peptida yang dinilai efektif membunuh bakteri berbahaya yakni Saha CATH5 dan Saha CATH6
"Peptida ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai antibiotik. Termasuk meneliti lebih lanjut apakah memungkinkan juga digunakan sebagai anti-kanker," ungkap Peel.
Studi ini telah dipublikasikan di Scientific Reports.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.