Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Penaklukan Manusia atas Mars

Kompas.com - 24/10/2016, 18:31 WIB

KOMPAS.com - Jatuh bebasnya Schiaparelli saat akan mendarat di permukaan Mars, Rabu (19/10/2016), menambah panjang kegagalan usaha manusia menaklukkan Mars. Meski upaya pendaratan di "Planet Merah" dilakukan sejak 1960-an, hingga kini baru badan antariksa Amerika Serikat, NASA, yang sukses melakukannya. Pengendalian wahana saat memasuki atmosfer Mars masih jadi tantangan besar.

Schiaparelli adalah wahana pendarat dalam misi ExoMars 2016 milik Badan Antariksa Eropa (ESA) dan Rusia Roskosmos. Misi yang diluncurkan dari Bandar Antariksa Baikonur, Kazakhstan, 14 Maret 2016, itu memiliki dua wahana, Schiaparelli dan wahana pengorbit Trace Gas Orbiter (TGO).

Tujuan misi ExoMars sama seperti penjelajahan Mars sebelumnya, mencari tanda kehidupan di planet kembaran Bumi itu. TGO mendeteksi gas dari proses biologi dan geologi Mars, sementara Schiaparelli menguji teknologi pendaratan wahana penjejak pada misi ExoMars 2020 nanti.

Setelah menempuh perjalanan 496 juta kilometer (jarak rata-rata Bumi-Mars 225 juta km) selama tujuh bulan, kedua wahana yang mencapai Mars itu berpisah Minggu (16/10/2016). Lalu, TGO bermanuver untuk mengorbit di Mars dan Schiaparelli turun ke daratan Mars.

Schiaparelli dijadwalkan memasuki atmosfer Mars pada Rabu (19/10/2016) pukul 21.48 WIB. Pendaratan itu menurunkan ketinggian wahana dari 121 km ke tanah Mars selama 5 menit 53 detik. Itu tahap terpenting karena dalam waktu singkat kecepatan wahana harus diturunkan dari 21.000 km per jam menjadi 10 km per jam.

Terjun bebas

Meski rencana diatur rinci, pendaratan tak sesuai rencana. Tahap awal penurunan wahana berjalan mulus. Perisai penahan panas bekerja. Parasut untuk memperlambat kecepatan wahana membuka sempurna. Namun, 50 detik sebelum menyentuh tanah Mars, kontak Schiaparelli dengan pengendali misi di Darmstadt, Jerman, terputus. "Setelah itu, pendaratan tak sesuai harapan," ujar kepala operasi misi keplanetan ESA, Andrea Accomazzo.

Analisis sementara data telemetri wahana menunjukkan, parasut Schiaparelli mengembang terlalu cepat dari waktu yang direncanakan. Sembilan roket kecil pendorong untuk mengerem laju wahana saat mendekati permukaan Mars hanya menyala 3-4 detik dari rencana 29 detik.

Ketidaksesuaian dua hal itu membuat Schiaparelli yang direncanakan jatuh bebas dari ketinggian 2 meter dari muka Mars justru terjun bebas dari ketinggian 2-4 km. Akibatnya, wahana menghantam permukaan Mars dengan kecepatan katastropik, lebih dari 300 km per jam, jauh lebih tinggi ketimbang kecepatan yang dirancang, 10 km per jam.

Bukti dugaan terjun bebasnya Schiaparelli itu didapat dari citra wahana pengorbit NASA, Mars Reconnaisance Orbiter, Kamis (20/10/2016). Citra sekitar rencana lokasi pendaratan wahana di daerah Meridiani Planum menunjukkan benda diduga parasut dan titik bekas tumbukan wahana. Schiaparelli tak terlihat karena diameternya hanya 1,65 meter.

"Kemungkinan wahana pendarat meledak saat menumbuk Mars karena tangki bahan bakar propelan roket pendorongnya masih penuh," kata pejabat ESA.

Risiko tinggi

Kegagalan pendaratan Schiaparelli menambah panjang kegagalan manusia menaklukkan Mars. Sejak 1960, lebih dari 50 misi ditujukan ke Mars oleh Uni Soviet atau Rusia, AS, Uni Eropa, Jepang, India, dan Tiongkok. Itu menambah luka Eropa karena misi pendaratan sebelumnya, Beagle 2, 2003, gagal.

Pada masa awal penjelajahan Mars, aktivitas misi hanya terbang melintasi Mars. Berikutnya, mengirim wahana pengorbit atau satelit mengitari Mars. Seiring membaiknya pemahaman manusia tentang lingkungan Mars, misi pendaratan dan mengirim wahana penjejak jadi primadona.

Wahana pertama yang menyentuh daratan Mars ialah misi Mars 2 milik Uni Soviet pada 1970, tapi jatuh ke permukaan Mars. Wahana pertama selamat mendarat di Mars ialah Viking 1 milik AS atau NASA pada 1976.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com