Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Hukum Kasus Kebakaran Lahan Gambut Masih Didominasi Perorangan

Kompas.com - 26/08/2016, 18:11 WIB

KOMPAS.com - Proses hukum kasus kebakaran lahan gambut masih didominasi tersangka perorangan. Keterlibatan korporasi minim dan jarang yang berujung di meja hijau atau mendapat hukuman berat.

Sepanjang tahun 2016, Kepolisian RI menetapkan 85 orang tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan. Untuk korporasi, sembilan perusahaan diperiksa. "Semua akan ditindaklanjuti sesuai prosedur," kata Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Dwi Prayitno seusai pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/8).

Kendati demikian, ia tidak bisa memastikan perusahaan yang diperiksa mendapat sanksi hukum. "Tetap harus melihat hasil pemeriksaan. Perlu dilihat alat bukti, cukup atau tidak," ujar Dwi.

Keraguan penuntasan perkara kebakaran lahan yang melibatkan korporasi muncul pasca penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada 15 perusahaan di Riau, satu di Sumatera Selatan, dan satu perusahaan di Kalimantan Barat.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, pemberhentian penyidikan disebabkan minimnya bukti.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menegaskan, penegakan hukum terhadap perusahaan tetap berjalan melalui pencabutan izin. Bahkan, lahan yang terbakar itu wajib diserahkan kepada negara.

Kondisi daerah

Dari Pontianak, Kalimantan Barat, dilaporkan, pemadaman kebakaran lahan terus dilakukan melalui udara. Wilayah prioritas adalah di Kubu Raya.

"Pemadaman lewat udara mulai dilakukan bersama TNI, Polri, dan Mangggala Agni," ujar Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tri Budiarto. Setidaknya, tiga helikopter sudah ada di Pontianak.

Kubu Raya prioritas utama karena di daerah itu terdapat Bandara Supadio. Selain itu, lahan gambut di daerah itu sekitar 70 persen dari 6.985,20 kilometer persegi luas Kubu Raya.

Di Kota Pontianak, berbatasan dengan Kubu Raya, kabut asap muncul pada Kamis pagi meski tidak pekat. Jarak pandang sekitar 1 kilometer. Memasuki sore hari, kabut asap hilang diredam hujan lebat. Citra satelit NOAA-18, titik panas di Kalbar ada 29 lokasi, tersebar di Kabupaten Bengkayang (1), Kapuas Hulu (1), Ketapang (5), Landak (5), Melawi (3), Mempawah (2), Smbasa (6), Sanggau (4), dan Sintang (2).

Di Bandung, Jawa Barat, Kepala Badan Search and Rescue Nasional Marsekal Madya Soelistyo dalam rapat koordinasi dan pelatihan SAR se-Jawa Barat mengatakan, potensi kebakaran di sejumlah kawasan diwaspadai. Enam daerah dengan potensi kebakaran tinggi adalah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalbar, Kalteng, dan Kaltim.

Di Jakarta, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya mengatakan, hujan akan segera turun di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Dengan demikian, kebakaran hutan yang terjadi diharapkan segera teratasi.

"Agustus ini masuk musim hujan sehingga harapannya titik api dapat segera padam dan mengurangi dampak asap," ujar Andi.

Saat ini, jumlah titik panas di Sumsel menurun signifikan dibandingkan periode sama tahun lalu. Cuaca yang tak terlalu kering dan antisipasi pemadaman berdampak baik. Namun, pemerintah tetap mewaspadai sejumlah tempat yang rawan terbakar.

"Saat ini, kebakaran lahan di Sumsel lebih banyak di lahan mineral dan lebih mudah dipadamkan," ujar Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Sigit Wibowo. (IAN/CHE/ESA/RAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com