Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Sampah, Menyelamatkan Kota

Kompas.com - 21/08/2016, 18:03 WIB

KOMPAS.com - Sampah berceceran pernah mencoreng wajah metropolitan Bandung, Jawa Barat, sekitar 11 tahun lalu. Setelahnya, julukan "Bandung Lautan Api" kerap dipelesetkan menjadi "Bandung Lautan Sampah". Kini, di tengah minimnya pemilahan sampah yang memicu tingginya biaya pengolahan, gurat hitam di wajah kota berpotensi terulang lagi.

Dalam diskusi Pengelolaan Sampah di Kota Bandung pada 12 Agustus 2016, muncul fakta mengejutkan. Tingginya produksi sampah belum diimbangi pengelolaan ideal. Akibatnya, sampah membebani Pemkot Bandung karena butuh dana besar untuk mengelolanya.

Direktur Umum Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung Gun Gun Saptari Hidayat mengatakan, 1.500-1.600 ton sampah dihasilkan 2,4 juta penduduk Kota Bandung. Dari jumlah itu, baru sekitar 250 ton per hari yang diolah menjadi bahan kerajinan, kompos, bahan bakar gas, dan listrik.

Sebagian besar belum termanfaatkan. Sebanyak 1.200 ton sampah sekadar diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Kondisi itu memicu tingginya biaya transportasi, penggunaan lahan, hingga pengolahan sampah. Estimasi dananya mencapai Rp 70 miliar-Rp 80 miliar per tahun.

Tidak hanya itu, 150-250 ton sampah berceceran di sungai dan sudut kota. Keberadaannya mencemari sedikitnya 10 sungai di Kota Bandung. Solusi jangka pendek, Pemkot Bandung berencana menganggarkan sekitar Rp 2,6 miliar untuk membersihkan sungai.

Tingginya biaya mengelola sampah jelas bukan hal ideal bagi Kota Bandung. Ibu kota Jabar peraih Adipura 2015 dan 2016 ini seperti kebingungan menangani sampah. Padahal, pengelolaan sampah yang baik tidak hanya meningkatkan kualitas kesehatan, tetapi juga membantu pemerintah fokus pada program kesejahteraan lainnya.

Contohnya, Kredit Melawan Rentenir (Melati) yang dikelola Bank Perkreditan Rakyat Kota Bandung. Kredit ini diluncurkan untuk membantu biaya permodalan usaha kecil dan menengah. Kredit Melati ini sukses memicu munculnya 7.000 pelaku usaha kecil dengan total pencairan dana Rp 16,7 miliar dan laba Rp 2 miliar sejak diluncurkan Mei 2015.

Bayangkan jika biaya pengelolaan sampah dialihkan untuk sektor mikro. Diambil setengahnya saja, Rp 35 miliar-Rp 40 miliar per tahun, cukup membiayai 15.000-20.000 wirausaha memulai usaha baru dengan modal sekitar Rp 2 juta per orang.

Selamatkan

Meski berlabel "Kota Cerdas", sampah bukan hal yang mudah ditangani Kota Bandung. Keinginan membakar sampah menggunakan teknologi insenerator gagal. Biaya tinggi dan derasnya penolakan aktivis lingkungan menggagalkan rencana itu. Akibatnya, tanpa tempat penampungan dan pengolahan sendiri, sampah Kota Bandung terus menjadi masalah bagi tetangga.

TPA Cieunteung dan TPA Jelekong di Kabupaten Bandung dan TPA Leuwigajah di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi. Kini, Kota Bandung menggunakan TPA Sarimukti (Kabupaten Bandung Barat) hingga tahun 2017. Sebagai penggantinya, Pemkot Bandung akan menggunakan TPA Legok Nangka di Nagreg, Kabupaten Bandung.

Tak semua bisa terangkut, sampah Kota Bandung ikut berimbas bagi warga di daerah lain. Indra Darmawan, Ketua Koperasi Bangkit Bersama, bergerak di bidang pengelolaan limbah sampah di Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, mengatakan, seorang pemulung bisa mengangkat 10-20 kilogram sampah per hari dari Waduk Saguling yang dialiri Citarum.

Dengan total pemulung sebanyak 58 orang, bisa diangkut 50-100 kilogram sampah per hari. Jumlah itu meningkat hingga tiga kali lipat saat musim hujan. Sebagian besar sampah diduga berasal dari Kota Bandung.

Gun Gun mengatakan, sejumlah perbaikan dilakukan Pemkot Bandung. Ia mengatakan, kolaborasi antarinstansi dilakukan semakin intensif, terutama saat membersihkan sungai.

Setiap kelurahan juga sudah membentuk pasukan gober alias pasukan gorong-gorong bersama untuk membersihkan sungai dan saluran air di Bandung. Kegiatan itu dibarengi dengan program sejuta pori, gerakan pungut sampah, hingga membuka saluran pencegahan dan pengaduan tentang sampah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com