Hilangnya pesawat terbang Boeing B-777-200ER Malaysian Airlines nomor penerbangan MH-370 pada tanggal 8 Maret di tahun 2014 dengan rute Kuala Lumpur – Bejing, telah menjadi catatan sejarah paling suram bagi dunia penerbangan internasional.
Pesawat menghilang kurang dari 1 jam setelah take off yang diperkirakan masih berada di atas udara kawasan South China Sea.
Di tengah-tengah upaya yang sangat besar dari semua stake holder penerbangan sipil komersial dunia untuk dapat menyelenggarakan sistem transportasi udara global yang lebih aman dan nyaman, kita kehilangan sebuah pesawat terbang super modern dengan kemampuan terbang jarak jauh.
Lebih menyedihkan lagi, peristiwa itu sekaligus telah merengut 239 nyawa dari orang tidak berdosa yang berada di dalamnya.
Catatan suram ini merupakan tantangan besar bagi kemajuan peradaban umat manusia di bidang teknologi sistem transportasi udara global. Kemajuan teknologi memang telah sangat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan umat manusia termasuk gaya hidup dalam bepergian menggunakan pesawat udara.
Walau sudah dilakukan upaya besar-besaran dalam mencari di mana gerangan keberadaan pesawat MH-370 yang menghilang itu, sampai detik ini masih juga belum membuahkan hasil yang dapat menjawab aneka pertanyaan berkait dengan apa gerangan yang sebenarnya menjadi penyebab utama lenyapnya pesawat terbang B-777-200ER itu.
Meskipun muncul berita sudah ditemukannya beberapa serpihan yang dicurigai bagian dari kerangka pesawat tersebut, namun pihak yang berwenang masih belum bisa memberikan penjelasan yang dapat menerangkan apa dan kenapa penerbangan Malaysia MH-370 tersebut lenyap ditelan bumi.
Beberapa waktu sebelumnya, telah terjadi rangkaian kecelakaan pesawat terbang yang juga menimpa produk teknologi mutakhir berupa pesawat terbang berteknologi tinggi yang super modern.
Padahal pesawat-pesawat terbang itu dirancang dengan teknologi canggih, yang membuatnya tidak hanya dapat dikemudikan secara otomatis akan tetapi juga dilengkapi mekanisme yang lengkap dari sebuah sistem yang dapat mengantisipasi berbagai keadaan darurat.
Tercatat misalnya kecelakaan pesawat Boeing 737-800 Turkish Air Flight 1951 di Amsterdam, Schiphol Airport Netherlands pada tanggal 25 Februari tahun 2009.
Pesawat Turkish Air nomor penerbangan 1951 bertolak dari Istanbul International Airport pada pukul 07.01 AM menuju Amsterdam. Kecelakaan ini menelan nyawa 9 orang penumpang dan awak pesawatnya termasuk 3 orang pilot.
Hasil investigasi menyebutkan bahwa kecelakaan tersebut terjadi sebagai akibat dari sistem otomatis untuk pendaratan (landing) bekerja keliru.
Terjadi penunjukkan radio altimeter yang salah dan mengakibatkan sistem autothrottle to decrease engine power to idle during approach, kehabisan tenaga mesin secara otomatis saat mendekat ke landasan.
Pilot terlambat menyadari bahwa telah terjadi kesalahan dan mengakibatkan pesawat stalled and crashed, jatuh sebelum mencapai runway.