Baru Orang Ini yang Pernah Jelajahi "Gerbang Neraka"

Kompas.com - 10/03/2016, 12:10 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com – Selain cadangan gas alam dan minyak bumi, dulu tak ada hal lain yang membuat Turkmenistan—salah satu negara pecahan dari Uni Soviet—dilirik dunia. Namun, semua berubah sejak ditemukannya kawah raksasa penuh bara di Gurun Karakum. Orang menyebutnya “Gerbang Neraka”.

Sampai sekarang baru satu orang yang pernah masuk ke dalam kawah yang berlokasi di 270 kilometer sebelah utara Ibu Kota Ashgabat. Orang itu adalah George Kourounis (45). Petualangan ke “Gerbang Neraka” di dekat Desa Derweze itu dilakukan pada November 2013.

National Geographic Channels/Daniel Byers Petualangan ke “Gerbang Neraka” di dekat Desa Derweze itu dilakukan George Kourounis (45) pada November 2013.
Petualangan Kourounis menjelajahi “Gerbang Neraka” diabadikan dalam video dokumenter dan sejumlah foto. Kourounis adalah pemburu cuaca ekstrem dan bencana dunia untuk kebutuhan tayangan serial televisi “Angry Planet”. Namun, khusus perjalanan ke kawasan ini didanai National Geographic bersama agen perjalanan Kensington Tours.

Dalam wawancara eksklusif dengan National Geographic, Kourounis mengungkapkan pengalamannya. “Saat berada di sana, rasanya seperti berada di planet lain,” ujar dia.

Ekspedisi ke dasar kawah dilakukan dengan pengamanan lengkap.  Pengait dan pakaian khusus menjadi alat utama. Persiapan untuk ekspedisi ini butuh waktu satu setengah tahun.

“Bagian (pemandangan) terindah adalah ketika berada di dasar kawah,” kata Kourounis. Dia menggambarkan, kawah itu laiknya stadion api. Suara letupan dan bakaran gas, sebut dia, terdengar menderu dan semakin keras saat berada di dasar kawah.

Fenomena alam

Asal mula kawah api raksasa itu banyak dibahas, baik di media maupun kajian akademis. Dilansir Dailymail, misalnya, kawah itu disebut terbentuk karena kesalahan pengeboran oleh peneliti asal Uni Soviet pada 1971.

Awalnya, para peneliti ingin melakukan observasi untuk lokasi pengeboran minyak bumi. Sayangnya, perhitungan mereka salah. Permukaan lokasi tidak kuat menahan alat-alat berat pengeboran sehingga runtuh dan membentuk kawah. Dari kawah itu menguar gas bumi.

National Geographic Channels/ George Verschoor Konon, kawah itu terbentuk karena kesalahan pengeboran oleh peneliti asal Uni Soviet pada 1971.

Gas bumi merupakan campuran gas hidrokarbon yang didominasi gas metana. Meski tidak berbau, gas ini memiliki efek berbahaya bagi kesehatan. Bila seseorang terpapar metana konsentrasi tinggi, seseorang bisa mengalami kekurangan oksigen. Buruknya lagi,  gas tersebut memiliki waktu “hidup” 10 tahun.

Khawatir sejumlah besar gas yang keluar dari kawah tersebut membahayakan desa terdekat, para peneliti melakukan pembakaran. Tak dinyana, pembakaran yang diperkirakan hanya akan memunculkan api dan bara untuk sepekan ternyata tak kunjung padam, sampai sekarang.

National Geographic Channels/ George Verschoor Ahli geologi setempat (Turkmenistan) memprediksi kawah itu telah ada sejak 1960-an.

Namun, Kourounis memberikan cerita berbeda. “Ahli geologi setempat (Turkmenistan) mengatakan asal mula kawah itu tidak seperti berita yang tersebar. Mereka memprediksi kawah itu telah ada sejak 1960-an. Sayangnya, hingga saat ini tak ada catatan dari departemen geologi membuktikan mana yang benar. Segalanya masih menjadi misteri,” ungkap dia.

Sudah jadi obyek wisata

Meski menakutkan, kawah tersebut terus menjadi sorotan dunia, terlebih lagi setelah foto dan video ekspedisi Kouronis menyebar lewat beragam situs web. Dari banyak gambar yang terekam, kawah api berdiameter 70 meter itu benar-benar terlihat seperti “Gerbang Neraka” dengan percik bara api di segala penjuru.

National Geographic Channels/ George Verschoor Sebenernya kawah api raksasa yang berada di kawasan Gurun Karakum ini telah menjadi obyek wisata.

Banyak pelancong—termasuk pengagum wisata ekstrem—yang tersulut nyalinya untuk berkunjung ke sana gara-gara petualangan Kourounis, meski Pemerintah Turkmenistan sebenarnya juga sudah jauh-jauh hari menjadikannya obyek wisata. Kini, kawah itu didatangi 12.000 orang hingga 15.000 orang per tahun.

Namun, selain Kouronis, orang lain paling banter hanya sanggup menjangkau tepian kawah. Dalam aturan tempat wisata tersebut, pengunjung hanya boleh berdiri sampai bibir kawah api dan harus berhati-hati karena tepian kawah tidak berpagar. Pasir di tepi kawah juga mudah longsor.  Karenanya, baru Kouronis yang menjadi saksi mata keberadaan populasi organisme di suhu ekstrem di dasar kawah.

National Geographic Channels/ George Verschoor Tak seperti ekspedisi yang dilakukan George Kourounis, wisatawan yang datang ke sini hanya boleh melihat dan berdiri sampai di bibir kawah.

Meski begitu, video dan foto Kourounis bisa menjadi sarana bagi orang lain “merasakan” panas Gerbang Neraka. Untuk mendapatkan sensasi semendekati situasi nyata di dasar kawah, kuncinya tinggal ada pada media tayang yang dipakai.

Sekalipun mengunduh video dari situs web di jejaring internet, media tayang untuk menontonnya tak melulu hanya komputer dan gadget. Televisi terkini juga sudah banyak yang terkoneksi internet dan punya banyak dukungan fitur khusus untuk memaksimalkan kualitas tayangan.

Menonton televisi dengan teknologi terkini bahkan bisa serasa menonton bioskop di ruang pribadi atau keluarga. Namun, menghadirkan pengalaman dari destinasi wisata penuh kobaran api di negeri “antah-berantah” ini juga butuh layar yang mampu mereproduksi jutaan warna untuk menghadirkan tampilan paling mendekati asli.

Selain resolusi yang sudah masuk kategori 4K—standar bioskop modern—, televisi seperti Panasonic Viera juga mengembangkan teknologi tayangan berbasis enam warna dasar digital, hexa chroma drive. Mau menjajal sensasi dasar kawah Gerbang Neraka sekalipun, Anda cukup duduk manis di rumah, karenanya. Tertarik?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau