Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Listrik Masuk, Kini Kita Sudah Memiliki Es Batu...

Kompas.com - 29/10/2015, 20:41 WIB

Oleh ARIS PRASETYO

KOMPAS.com - Sejak setahun lalu, listrik mulai mengalir di Desa Bangga, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Di desa yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai nelayan itu, keberadaan listrik sangat berarti. Dengan listriklah mereka dapat menghasilkan es batu di desa sendiri.

Desa Bangga, yang harus ditempuh selama empat jam perjalanan dengan mobil dari Kota Gorontalo, dihuni oleh 103 keluarga. Sebagian besar dari warga desa yang berbatasan langsung dengan Teluk Tomini itu bekerja sebagai nelayan. Sebagian kecil saja yang bercocok tanam jagung dan palawija di kebun.

Sebelum listrik masuk ke desa tersebut, nelayan tak pernah membawa es batu untuk pergi ke laut. Bagi nelayan, es batu sangat diperlukan agar ikan yang didapat di laut tak cepat membusuk saat tiba di darat. Akibatnya, mereka tak pernah berlama-lama di laut.

"Begitu dapat ikan, kami harus segera pulang ke darat dan ikan harus dibawa ke tempat pelelangan ikan. Jika tidak demikian, ikan keburu busuk dan tak laku," kata Wawan Isa (26), salah satu nelayan di Desa Bangga, saat dijumpai di rumahnya, akhir September lalu.

Tanpa es batu, kata Wawan, nelayan berada di laut tak boleh lebih dari 12 jam. Berangkat pukul 02.00, lewat tengah hari berikutnya mereka sudah harus berada di pantai untuk mengantar ikan ke tempat pelelangan. Akibatnya, tangkapan ikan pun terbatas lantaran diburu waktu mencegah ikan membusuk.

"Apalagi tangkapan lagi susah. Paling banyak kami tangkap dua kaleng (kaleng cat berukuran 5 kilogram) karena kalau lama di laut akan cepat membusuk," ucap Wawan.

Kini, lanjutnya, dengan membawa es batu, nelayan bisa bertahan sampai dua malam di laut. Hasilnya pun melonjak sampai 10 kaleng berisi penuh. Jika sekaleng laku dijual Rp 50.000, dalam dua hari dua malam pun Wawan mengantongi Rp 500.000.

Selain makin banyak, tangkapan nelayan di Desa Bangga pun kini makin beragam. Tak hanya mengandalkan ikan suntung yang laris dijual, nelayan juga bisa membawa pulang ikan tuna sirip kuning, ikan batu, dan ikan cakalang.

"So ada es pa kita. Tak tako lagi ka laut balama-lama (Kami sudah punya es batu. Tak khawatir lagi berlama-lama di laut)," ujar Wawan dalam logat Gorontalo kental.

Es batu yang dibawa nelayan Desa Bangga melaut bisa dibuat lantaran ada listrik. Sejak listrik menerangi desa itu setahun lalu, ada tiga warga Desa Bangga membeli mesin pendingin khusus untuk membuat es batu yang dibutuhkan nelayan. Salah satunya adalah Ramla Husen.

"Setiap hari saya membuat 20 bungkus es batu (di dalam plastik seukuran 1 liter). Sebungkus dijual Rp 2.000. Setiap hari selalu habis terbeli," kata Ramla sembari memamerkan mesin pendingin berbentuk mirip lemari baju setinggi sekitar 160 sentimeter.

Hadirnya listrik juga menumbuhkan usaha baru bagi sebagian warga. Sekretaris Desa Bangga Isma Jaya Maku, misalnya. Sejak listrik masuk, ia membeli kulkas untuk membuat es lilin yang dijual istrinya.

"Sudah ada belasan warga yang punya kulkas semacam ini. Beberapa dari mereka ikut membuat es lilin untuk dijual. Lumayanlah sebagai tambahan penghasilan," kata Isma.

Isma mengenang masa saat di desanya belum teraliri listrik. Di rumahnya, ia memakai mesin genset merek Yamaha berkapasitas 950 watt untuk penerangan. Setiap malam, genset miliknya itu "minum" bahan bakar paling sedikit 2 liter untuk menerangi rumah sejak maghrib tiba sampai lewat tengah malam.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com