Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Cicilan" untuk Merawat Tinja

Kompas.com - 25/10/2015, 12:37 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com — Urusan sampah selalu menjadi prioritas kesekian. Tak terkecuali, sampah dari tubuh sendiri, alias tinja.

Margono, seorang warga Surakarta, sudah sekitar 30 tahun tinggal di rumahnya di wilayah Tegal Nira. Namun, baru sekali dia menyedot septic tank secara mandiri.

"Terakhir sekitar 20 tahun yang lalu," katanya. "Itu juga karena sudah penuh."

Begitu juga dengan Nia, warga Kali Jenes, Surakarta. Dia membangun satu septic tank untuk menampung tinja dari dua rumah, miliknya dan kakaknya.

"Sampai sekarang belum pernah disedot. Belum penuh," katanya.

Kebiasaan yang sama mungkin juga Anda miliki. Ketika menerima tunjangan hari raya, misalnya, siapa yang berinvestasi untuk memperbaiki toilet rumah dan menyedot septic tank? Mungkin lebih banyak uang yang digunakan untuk baju, makanan, dan wisata.

Abai

Jefry Budiman, Koordinator Regional International Urban Water, Sanitation, and Hygiene (IUWASH), mengungkapkan, selama ini pemerintah dan masyarakat masih mengabaikan urusan tinja.

Di Indonesia, dari 400-an kota yang ada, sampai saat ini baru 11 kota yang memiliki seawarage system. Itu pun belum 100 persen di masing-masing kota.

Di Surakarta, misalnya, baru 30 persen yang terjangkau sistem pipa untuk pengolahan tinja. Sisanya masih menangani secara mandiri, dengan septic tank.

Sementara itu, septic tank diandalkan, ternyata banyak yang tidak memenuhi syarat. IUWASH melakukan survei pada septic tank milik 61.000 pelanggan air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Surakarta. Hanya 19.400 yang memenuhi syarat.

Warga yang sudah memiliki septic tank pun tidak menyedot secara berkala. Anggapan umum, septic tank belum penuh sehingga tak perlu disedot.

"Padahal, bisa jadi toilet belum penuh karena septic tank bocor. Lumpur tinja merembes ke sekitar dan mencemari air tanah," kata Jefry.

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Putri Cempo juga tak terurus. Aksesnya tertutup gunungan sampah. Padahal, itu adalah satu-satunya fasilitas penampung lumpur tinja dari septic tank warga.

Kepala Seksi Unit Pengolahan Limbah Domestik Surakarta, Nuri Mardewi, mengungkapkan, akibat akses tertutup gunungan sampah, tak banyak truk tinja yang menyetor lumpur ke fasilitas IPLT.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com