Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kloning" Populasi Badak Jawa Perlu Jadi Prioritas

Kompas.com - 22/09/2015, 20:55 WIB
KOMPAS.com — Meski baru saja bertambah dengan kelahiran tiga bayi baru, populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) secara umum masih stagnan. Wildlife Specialist WWF Indonesia, Sunarto, mengatakan, perlu strategi agar populasi salah satu jenis mamalia paling langka di dunia itu dapat bertambah sekaligus menyebar.

Ditemui di sela diskusi "Fotografi Alam Liar" untuk memperingati Hari Badak Internasional pada Selasa (22/9/2015) di Jakarta, Sunarto mengatakan, "Sudah saatnya kita perlu 'kloning' populasi lain."

Sunarto mengatakan, populasi badak jawa yang tersisa saat ini hanya di Taman Nasional Ujung Kulon. Populasi sebelumnya 57 ekor, ditambah kelahiran 3 bayi baru menjadi 60 ekor. Populasi dapat diupayakan untuk terus bertambah. Namun, permasalahan yang dihadapi adalah ketersediaan habitat.

"Kloning" populasi atau upaya mengembangkan populasi badak Jawa di habitat lain menjadi hal penting. Badak jawa akan lebih terancam apabila populasinya hanya terdapat di satu wilayah.

"Saat ini, proses survei habitat sedang dilakukan untuk melihat kesesuaian biofisik," kata Sunarto. Beberapa pertimbangan dalam penentuan habitat baru adalah ketersediaan pakan, kubangan untuk proses reproduksi, biaya pemindahan badak, dan risiko ketika pemindahan.

Sejumlah lokasi alternatif telah ditentukan, dan masih berada di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon. "Penyediaan habitat kedua dan proteksi habitat sekarang adalah prioritas dalam konservasi badak jawa," ungkapnya.

Kamera jebak

Data dari kamera jebak menjadi hal penting dalam pembuatan keputusan jika memang "kloning" populasi dilakukan. Misalnya, hal itu bisa digunakan untuk mengetahui bahwa individu yang dipindahkan memang fertil.

Untuk itu, kamera jebak harus ditambah dan dioptimalkan. Saat ini, terdapat 120 kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon. Selain untuk memotret, perangkat tersebut sudah dioptimalkan untuk mengembangkan peta persebaran badak jawa dan wilayah-wilayah yang rentan.

Dengan luasnya habitat badak, jumlah kamera jebak dan kapasitasnya masih kurang. Pengambilan data, misalnya, masih harus dilakukan secara manual.

Fungsi kamera jebak juga bisa dikembangkan. Pengiriman data, misalnya, bisa dikembangkan dengan sistem nirkabel. Sementara itu, kemampuannya bisa ditambah sampai mengidentifikasi jenis, dan emosi satwa yang selama ini masih berbasis hormon. Kamera jebak bisa menjadi mesin yang terus belajar.

"Kalau dikembangkan, kita akan tahu lebih detail tentang satwanya. Misalnya, ada yang hilang, sakit, atau mati, itu bisa dideteksi lebih cepat," kata Sunarto.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Kisah Penemuan Kerabat T-Rex, Tersembunyi di Laci Museum Selama 50 Tahun
Fenomena
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Planet Baru Mirip Bumi Ditemukan Mengorbit Bintang Katai 
Fenomena
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Mengapa Evolusi Bisa Menjelaskan Ukuran Testis Manusia Tapi Tidak Dagu Kita yang Unik
Kita
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Paus Pembunuh Berbagi Mangsa dengan Manusia: Tanda Kepedulian atau Rasa Ingin Tahu?
Oh Begitu
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Apakah Kucing Satu-Satunya Hewan yang Bisa Mengeluarkan Suara Mendengkur?
Oh Begitu
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Siapakah Pemburu Terhebat dan Terburuk di Dunia Hewan? 
Oh Begitu
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Misteri Sepatu Raksasa Romawi Kuno, Siapakah Pemiliknya?
Oh Begitu
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Bagaimana Wujud Neanderthal dan Denisovan Jika Masih Hidup Hari Ini?
Kita
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
NASA Temukan Objek Antar-Bintang yang Melintas Cepat di Tata Surya
Fenomena
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Keindahan Planet Merkurius Terlihat Jelas di Langit Senja Juli Ini
Oh Begitu
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Ditemukan, Planet Ekstrem yang Memicu Semburan Energi di Bintang Induknya
Oh Begitu
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau