Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Jurnalistik Seorang Ningrat Jawa Kala Bertamu di Rumah Raden Saleh

Kompas.com - 20/05/2015, 22:04 WIB

KOMPAS.com — "Cariyos Taman Cikini tuwin griyanipun Raden Saleh," tulis Raden Arya Sastra Darma dalam catatan berbahasa dan beraksara Jawa yang ia buat saat melancong. "Kisah tentang Taman Cikini ketika menengok rumah Raden Saleh,” demikian apabila kata-kata itu dialihbahasakan.

Raden Arya, yang berasal dari Jawa, tiba di Batavia pada 15 Oktober 1865. Dia menginap di sebuah rumah milik sahabatnya yang berada di Jalan Tanah Nyonya Nomor 38, dekat kawasan pecinan Pasar Senen, Weltevreden, Batavia. Beberapa hari setelah kedatangannya, dia bersama sahabatnya mulai melancong ke Taman Cikini dan menyaksikan kemegahan rumah Raden Saleh Sjarif Boestaman (1811-1880), seorang yang sohor dengan gelar Pelukis Sang Raja.

Selama setahun, Raden Arya banyak menyaksikan denyut kehidupan warga setempat dan tempat-tempat yang dikunjunginya di sekitar Batavia. Catatan perjalanannya berjudul Tjarijos Negari Batawi, ditulis dalam aksara Jawa dan diterbitkan kali pertama di Batavia pada 1867.  

Selepas melewati pecinan dan rumah Tuan Musanit, komandan orang Selam di Pasar Senen, demikian ungkap Raden Arya, dirinya berjalan terus ke arah selatan menuju jembatan Kramat, yang kini merupakan perempatan Senen. Dia kemudian belok ke kanan, menuju Cikini.

"Rumah Raden Saleh mirip dengan rumah-rumah orang Belanda, yaitu bergaya gotik," ungkapnya, "Ini karena dia sudah mengikuti cara hidup orang Belanda."

Bunga wora wari bang dan nanas, demikian Raden Arya berkisah, menghiasi pekarangan rumah Raden Saleh itu. Kedua gapura di sisi kanan dan kirinya dihiasi dengan patung besar berwarna hitam dan putih. Dia juga memerikan suasana dalam rumah yang berhias kursi-kursi berukir dengan lapisan beledu berwarna hijau. Betapa eloknya rumah dan taman itu hingga Raden Arya mengibaratkannya sebagai Taman Sriwedari, taman di kahyangan.

Pada hari Minggu, 10 Juni 1866, atau delapan bulan kemudian, Raden Arya kembali mengunjungi rumah pelukis sohor itu. Namun, kali ini dia berkesempatan menyaksikan museum koleksi milik Raden Saleh yang disebutnya sebagai "barang kina" (perabot antik).

Dia menyaksikan berbagai kategori koleksi Raden Saleh yang terpajang di meja kamar: pedang, keris, sabit, tombak, kelewang, gelang, kalung, cincin, bokor, hingga pinggan kuno. Raden Saleh juga menyediakan kertas dan pensil untuk tetamu yang berminat mencatat atau menggambar koleksinya, mengingat pada zaman itu sangat jarang orang yang memiliki kamera.

Tidak semua perabot antik itu, menurut dia, diperoleh Raden Saleh dari pembelian. Sebagian merupakan hadiah dari orang-orang Belanda kepadanya. Mereka mengetahui bahwa Raden Saleh merupakan seorang kolektor perabot antik yang rajin merawat koleksinya.

Dalam catatan melancongnya, Raden Arya menulis bahwa salah satu koleksi milik Raden Saleh yang membuat kagum adalah sebuah tombak pemberian Letnan Kolonel Tumenggung Martanagara. Sejarah Perang Jawa mencatat bahwa Sang Tumenggung itu adalah orang kepercayaan dan menantu Pangeran Dipanagara (Diponegoro), dan jelang akhir perang bergelar Ali Basah Ngabdulkamil II, setara dengan panglima.

Tampaknya gelar pionir ahli peleontologi di Indonesia patut disandang pelukis itu. Raden Arya mengungkapkan bahwa koleksi tersebut bukan hanya pemberian. Raden Saleh juga mendapatkannya dari penggalian, seperti temuan di kawasan Kedu dan Temanggung. Dia kemudian melanjutkan, "... dan tulang-tulang hewan purbakala yang merupakan hasil penggalian di Sentolo."

Werner Kraus dalam Raden Saleh, The Beginning of Modern Indonesian Painting, mengungkapkan bahwa sejak akhir 1865 hingga paruh pertama 1866, Raden Saleh tengah sibuk melakukan ekskursi untuk melukis, berburu naskah dan fosil, hingga ke Jawa Timur.

Raden Arya memang tidak mewartakan tentang pertemuannya dengan Raden Saleh. Apakah selama dua kali kunjungannya ke kawasan Cikini, Raden Arya memang tak beruntung menjumpai sang pelukis sohor itu? (Mahandis Y Thamrin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com