Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misi Ganda LIPI Mengungkap Dinamika Laut Sumatera Dimulai

Kompas.com - 07/05/2015, 19:34 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Misi ganda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mengungkap dinamika laut Sumatera dimulai. Kamis (7/5/2015), kapal Baruna Jaya VIII bersama 30 peneliti dan 23 awak kapal mulai berlayar dari Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta.

Dua misi, bernama masing-masing Ekspedisi Widya Nusantara dan Ekspedisi Sabang, bakal mengungkap sejumlah fakta penting tentang biogeokimia, geologi, dan potensi hayati laut Sumatera yang kini belum diketahui secara lengkap.

Ekspedisi Widya Nusantara akan dijalankan terlebih dahulu dari dengan jalur Jakarta menuju Teluk Bayur, Padang, melewati Selat Sunda. Fokus ekspedisi ini adalah proses biogeokimia di lautan yang dilalui, di samping potensi hayati, terutama mikroba.

A'an Johan Wahyudi, Koordinator Ekspedisi Widya Nusantara, mengungkapkan bahwa pengetahuan biogeokimia penting dalam perikanan. "Itu akan menjadi dasar untuk memperkirakan stok ikan dan lokasi penangkapan," katanya.

Wilayah Selat Sunda hingga Padang unik sebab dipengaruhi dua arus laut. Keduanya adalah Equatorial Jet, arus dari Samudra Hindia yang mengarah ke khatulistiwa secara langsung, dan arus Sumatera yang berasal dari Laut Jawa melewati Selat Sunda.

Dua arus laut itu memengaruhi dinamika pertukaran materi organik, baik secara vertikal antara dasar dan permukaan maupun horizontal antara satu daerah dan lainnya. Akibatnya, arus laut itu pun dipastikan memengaruhi dinamika biota laut.

"Lewat ekspedisi ini kita akan melihat dinamika plankton sebagai sumber makanan bagi ikan kecil," kata A'an saat ditemui dalam acara pelepasan Ekspedisi Widya Nusantara dan Sabang hari ini.

"Diperkirakan Equatorial Jet dan arus Sumatera juga memengaruhi distribusi ikan seperti tuna dan cakalang. Dari penelitian ini, manfaat praktisnya nanti kita bisa tahu di mana ikan berada, membantu penangkapan," ujarnya.

Selama perjalanan Ekspedisi Widya Nusantara, tim peneliti akan melewati perairan Selat Sunda dan Enggano. Sebanyak 20-an titik telah ditetapkan sebagai lokasi pengambilan sampel dan pengukuran dinamika laut.

Sementara itu, Ekspedisi Sabang dijadwalkan akan dimulai pada 18 Mei 2015 mendatang dari Teluk Bayur menuju Sabang. Ekspedisi ini tak kalah menarik sebab bakal mengungkap banyak fakta yang belum diketahui tentang perairan wilayah paling barat Indonesia itu.

"Sabang itu unik karena dipengaruhi dua lautan, Samudera Hindia di barat dan Selat Malaka di timur. Sementara itu, antara Hindia dan Malaka, di Pulau Weh, ada aktivitas hidrotermal," kata M Hasanudin, peneliti pusat penelitian Oseanografi LIPI yang terlibat ekspedisi itu.

Di kondisi lingkungan yang unik itu, peneliti akan mengkaji aspek fisika dan kimia kelautan di masing-masing wilayah. Tim LIPI juga akan melakukan studi batimetri sehingga wajah dasar laut wilayah Sabang akan terungkap.

Adanya aktivitas hidrotermal yang membuat suhu sekitarnya jauh lebih tinggi sendiri secara biodiversitas dianggap menarik. "Apakah akan ada karang juga yang tahan pada suhu tinggi di sana," ungkap Hasanudin.

Di setiap zona, peneliti akan mendata suhu, tekanan, kekuatan arus, dan parameter fisik lainnya beserta makhluk-makhluk yang hidup di lingkungan tersebut. Hasil riset nantinya berupa profil lengkap lingkungan perairan Sabang.

Ekspedisi Sabang akan berlangsung selama 13 hari. Dari Teluk Bayur, tim telah menentukan 30 titik pengambil sampel dan pengukuran. Beberapa anggota tim akan turun ke darat untuk mengkaji ekosistem pantai.

Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnaen, mengungkapkan, ekspedisi ganda ini diharapkan bisa berguna untuk memperkuat kemaritiman Indonesia. Plt Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian, Zainal Arifin, mengatakan bahwa wilayah lautan timur Sumatera masing jarang diteliti.

Menteri Koordinator Bidang Maritim Indroyono Susilo menjelaskan, Indonesia masih punya sejumlah tantangan dalam bidang maritim, di antaranya banyaknya pulau yang belum dinamai dan potensi yang belum tergali, baik migas maupun biodiversitas.

Sementara itu, Indonesia sendiri memiliki sejumlah kapal riset yang bisa membantu menjawab tantangan. Sayangnya, hari layar yang dimiliki kapal riset masih terbatas, hanya 30 hari dari yang idealnya 200 hari.

Ekspedisi ini menjadi salah satu upaya untuk mendorong peran kapal riset yang dimiliki, menaikkan hari layar, dan memberdayakan lembaga penelitian. "Saya minta lembaga riset nanti untuk menampilkan karyanya," kata Indroyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com