Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arkeolog Teliti Temuan Artefak Kapal Kuno di Natuna

Kompas.com - 03/05/2015, 20:15 WIB

Oleh Lusiana Indriasari

KOMPAS.com - Lima artefak kapal dari abad ke-10 hingga ke-19 Masehi ditemukan di wilayah perairan Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau. Temuan tersebut menguatkan bahwa Natuna merupakan titik penting dalam jalur pelayaran perdagangan internasional yang menghubungkan Tiongkok dengan kawasan Asia Tenggara.

Selama dua pekan, 14-25 April 2015, lima penyelam dari Pusat Arkeologi Nasional menyelami tiga lokasi di wilayah Laut Tiongkok Selatan. Ada tiga lokasi yang menjadi target utama penyelaman, yaitu Pulau Buton, Pulau Laut, dan Karang Antik. Namun, para peneliti hanya berhasil memetakan temuan di Buton dan Karang Antik.

"Kondisi arus sedang deras saat kami berada di Pulau Laut," ujar Priyatno Hadi, peneliti madya di Pusat Arkeologi Nasional, Kamis (22/4/2015). Pulau Laut ini merupakan wilayah terluar batas geografis Indonesia dengan Laut Tiongkok Selatan. Para peneliti belum mengetahui apakah artefak kapal karam itu berteknologi kapal Asia Tenggara atau Tiongkok.

Menurut informasi penduduk setempat, sebenarnya ada lima lokasi kapal masa kerajaan itu karam di wilayah Natuna. Namun, karena keterbatasan anggaran, penelitian tahun ini hanya difokuskan pada tiga lokasi. Untuk penelitian tersebut, Pusat Arkeologi Nasional hanya menganggarkan Rp 200 juta.

Di Karang Antik, tim peneliti menemukan kapal kayu berukuran besar dengan berbagai benda keramik Tiongkok di dalamnya. Temuan itu hanya berada di kedalaman maksimal 15 meter dari permukaan laut.

Ditilik dari pola hiasan dan bentuk keramik, para peneliti menyimpulkan, keramik tersebut berasal dari masa Dinasti Sung (abad ke-10 hingga ke-12 Masehi). Adapun di Buton, peneliti memetakan kapal kayu dengan muatan keramik dari masa Dinasti Qing atau dikenal sebagai Dinasti Manchuria yang berusia lebih muda, yaitu dari abad ke-17 hingga ke-19 Masehi.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Temuan keramik dari masa Dinasti Qing atau dikenal sebagai Dinasti Manchu (abad 17-19 Masehi) di Teluk Buton, Natuna, Kepulauan Riau.

Priyatno mengatakan, dalam arkeologi maritim, Natuna merupakan situs yang menarik bagi para peneliti. Natuna berada di jalur strategis pelayaran perdagangan internasional dari Laut Tiongkok Selatan. Keberadaan kapal-kapal karam di wilayah Natuna itu sudah diduga sebelumnya karena di sepanjang pesisir Kepulauan Natuna banyak ditemukan pecahan keramik.

"Ini menjadi temuan luar biasa karena kemungkinan pernah ada permukiman di Kepulauan Natuna. Bukti fisiknya adalah banyak sekali temuan keramik pecah di sepanjang pesisir pantai," kata Bambang Budi Utomo, peneliti senior di Pusat Arkeologi Nasional, yang ikut ke lokasi.

Penduduk di sana, kata Bambang, biasa mencari keramik utuh di halaman rumah atau pantai. Sebagian penduduk bahkan menjadikan barang antik itu sebagai mata pencarian. Meski sudah ada bukti fisik berupa keramik, para peneliti belum menemukan catatan sejarah yang menyatakan pernah ada permukiman di Natuna.

"Hanya ada berita Tiongkok yang menyebutkan bahwa Natuna merupakan tempat persinggahan dan ada air tawar di sana," ujarnya. Kapal-kapal dari Tiongkok atau yang akan menuju Tiongkok kemungkinan besar mengisi logistik di Natuna. Bisa juga mereka merapat di Natuna karena terkena badai.

Badai tropis yang sering muncul dan lenyap tiba-tiba menjadi ancaman kapal-kapal yang melalui Laut Tiongkok Selatan. Sebagian kapal yang tidak mampu menyelamatkan diri akhirnya karam dengan muatan keramik di dalamnya.

Dilihat dari umur keramiknya, kapal masa Dinasti Sung berlayar ke Nusantara (yang pada masa itu menjadi pusat Asia Tenggara) untuk berhubungan dagang dengan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera dan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Kapal-kapal itu berlayar dari Pelabuhan Kanton yang menjadi pintu keluar para pedagang di Tiongkok.

"Pada masa itu, peran Kerajaan Tumasik (Singapura) belum ada karena Tumasik baru lahir berbarengan dengan masa Majapahit di Jawa Timur, sekitar abad-14," ujar Bambang.

Kapal perang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com