Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WWF: Perkebunan Skala Kecil Berpotensi Jadi Ancaman Utama Hutan Sumatera

Kompas.com - 29/04/2015, 19:20 WIB

KOMPAS.com - Selama puluhan tahun, perkebunan skala besar seperti seperti sawit menjadi pendorong utama deforestasi di Sumatera. Namun, dalam 15 tahun ke depan, pendorong utama deforestasi justru dari perkebunan skala kecil oleh masyarakat.

"Itu akan terjadi bila berlaku business as usual," kata Nyoman Iswarayoga, Direktur Konservasi WWF Indonesia.

WWF melakukan studi untuk memprediksi pendorong utama deforestasi dalam jangka waktu 2015 - 2030 di 11 kawasan hutan dunia yang saat ini mengalami penggundulan hutan paling parah. Selain di Sumatera, studi juga memerkirakan pendorong utama deforeastasi di Borneo, Kongo, Amazon, dan sejumlah wilayah lainnya.

Terungkap bahwa pendorong deforestasi di setiap wilayah berbeda. Di Indonesia, yang menarik adalah kemungkinan kegiatan perkebunan skala kecil oleh masyarakat menjadi pendorong utama deforestasi.

Dalam konteks perkebunan sawit, saat ini 42 persen kebun sawit yang ada dikelola oleh masyarakat. Dari jumlah tersebut, 80 persen merupakan petani swadaya. Perkebunan skala kecil ini akan terus berkembang di Sumatera.

Kalau tidak dikelola, Strategic Leader Market Transformation WWF Indonesia Irwan Gunawan mengatakan, "Ancaman (deforestasi) yang akan datang justru berasal dari masyarakat."

Ancaman dari perusahaan perkebunan skala besar diprediksi akan menjadi "sebab yang kurang penting" dalam deforestasi di Sumatera 15 tahun ke depan. Namun, itu belum tentu berarti bahwa perusahaan skala besar yang selama ini menyumbang peran besar dalam deforestasi itu "bertobat".

Budi Wardhana, Director Policy, Sustainability, and Transformation WWF Indonesia mengatakan, "Lahan untuk ekspansi perkebunan skala besar jauh berkurang."

Selain dari perkebunan skala kecil, ancaman utama deforestasi di Sumatera dalam 15 tahun ke depan diprediksi juga berasal dari pembangunan infrastruktur. WWF mendesak pemerintah untuk mengupayakan pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan.

Sementara perkebunan skala besar secara umum akan menjadi penyebab "kurang penting", pulp plantation masih akan menjadi "penyebab sekunder" deforestasi di Sumatera.

Berkebalikan dengan Sumatera, sektor perkebunan skala besar justru akan menjadi penyebab utama deforestasi di Borneo, mencakup wilayah Kalimantan di Indonesia dan Serawak di Malaysia, antara 2015 - 2030.

Perkebunan skala besar seperti sawit diprediksi akan datang ke Kalimantan sebab masih tersedianya banyak lahan hutan untuk dibabat.

Ketika ancaman deforestasi utama berasal dari perkebunan skala besar, Kalimantan dalam 15 tahun ke depan juga masih akan terancam oleh aktivitas tambang, penebangan tak berkelanjutan serta pulp plantation.

Baik Sumatera maupun Kalimantan masih akan terancam oleh kebakaran hutan sebagai akibat dari deforestasi.

Studi ini dipaparkan WWF Indonesia dalam Tropical Landscape Summit di Jakarta, Selasa (28/4/2015). WWF mengatakan, studi dilakukan dengan konsultasi pakar, mengidentifikasi 10 penyebab deforestasi utama dan mengkategorikannya menjadi sebab primer, sekunder, dan kurang penting.

Studi juga menggarisbawahi perlunya perlindungan lingkungan di Papua yang saat ini tingkat deforestasinya masih tergolong kecil.

Bila dibiarkan, New Guinea, mencakup Papua dan Papua Niugini, akan kehilangan hutan seluas 7 juta hektar dalam jangka waktu 2010 - 2030. Di Papua, ancaman tambang dan perkebunan skala besar nyata.

Direktur Program Hutan WWF International, Rodney Taylor, mengatakan, moratorium memberi kesempatan untuk mencegah deforestasi namun harus diperkuat, menjadi momen untuk mengkaji langkah yang dibutuhkan guna menekan deforestasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com