Ruang Hampa Udara Ganggu Pesawat?

Kompas.com - 24/03/2015, 05:09 WIB

KOMPAS.com - Seorang ilmuwan meragukan kemungkinan penyebab dua pesawat tim aerobatik Jupiter TNI Angkatan Udara bertabrakan saat mengikuti pameran dirgantara di Langkawi, Malaysia, adalah ruang hampa udara.

Menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko, saat dua pesawat naik secara bersamaan, ada ruangan hampa udara yang menyebabkan pesawat yang posisinya berada di atas tertarik ke bawah sehingga terjadi benturan.

"Jadi suatu saat pesawat naik, di sana ada ruangan hampa, ini yang di atas bisa turun, yang bawah bisa naik. Ini secara kasat mata sudah bisa dilihat," kata Moeldoko kepada pers (16/03)

Akan tetapi teori tersebut diragukan oleh astronom Prof. Dr. Bambang Hidayat di Bandung.

"Ruang hampa tidak akan dapat menarik apapun. Ruang masif yang bisa menarik benda. Kalau hampa, namanya saja hampa, kosong, tidak mempunyai massa," kata Bambang.

"Lagi pula kehampaan itu berapa luasnya. Kalau di dalam skala atmosfir saja pada ketinggian pesawat itu menjelajah, menurut pengetahuan saya tidak akan ada ruang hampa. Di atasnya pun juga tidak ada. Ruang hampa masih jauh sekali dari situ," jelasnya kepada BBC Indonesia.

Kerapatan

Lebih lanjut Prof. Dr. Bambang Hidayat menguraikan ruang yang tekanannya rendah sekali terdapat di wilayah antariksa.

Dalam akrobat yang dipertunjukkan oleh enam pesawat latih TNI di Langkawi pada Minggu (15/03) jarak antarpesawat sangat tipis, disebutkan hanya sekitar 10 sampai 20 sentimeter.

Ketika hendak melakukan manuver, dua dari enam pesawat itu saling menyerempet dan tabrakan.

Penyebab pasti masih menunggu hasil penyelidikan, namun dari sisi ilmu pengetahuan, ruang hampa udara tidak berperan, demikian juga kemungkinan perbedaan tekanan udara.

Perkiraan faktor nonteknis dalam insiden tabrakan dua pesawat dalam manuver di pameran dirgantara di Langkawi menjadi menarik setelah sebelumnya pesawat AirAsia yang jatuh dalam penerbangan dari Surabaya ke Singapura akhir Desember lalu diduga melintasi wilayah yang di dalamnya terdapat awan cumulonimbus. Awan tersebut berpotensi merusak dan mematikan mesin pesawat.

Faktor alam lain yang bisa berperan menimbulkan gangguan bagi pesawat adalah perbedaan kerapatan udara, kata penasehat eksekutif Asosiasi Pilot Garuda, Shadrach Nababan.

"Perbedaan itu bisa cukup signifikan. Jadi misalnya kalau kita terbang di atas daratan dan kemudian menyeberang di atas lautan, kerapatan udara itu berbeda. Belum lagi ada pengaruh angin."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau